Sukses

Ratusan Pekerja Pertamina Geruduk Kementerian ESDM dan BUMN

Kedatangan para pendemo tersebut untuk menyalurkan aspirasi tentang penetapan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM).

Liputan6.com, Jakarta Ratusan pekerja PT Pertamina (Persero) menggeruduk dua kantor kementerian, yakni Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta pada hari ini.

Kedatangan para pendemo tersebut untuk menyalurkan aspirasi tentang penetapan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM).

Pantauan Liputan6.com, Jumat (20/7/2018), rombongan pekerja Pertamina tiba di depan Kementerian ESDM Jalan Merdeka Selatan sekitar Pukul 10.00, ratusan pekerja yang mengenakan kemeja putih dengan ikat kepala merah bertuliskan Pertamina tersebut, sebelumnya menggeruduk Kantor Kementerian BUMN yang terletak tidak jauh dari Kementerian ESDM.

‎Sebagai langkah antisipasi, kantor Kementerian ESDM pun dijaga ketat aparat keamanan dari TNI dan pasukan Brimob Polri. Dua unit kendaraan lapis baja bersiaga di halaman kantor Kementerian ESDM siap menyambut pengunjuk rasa.

Di luar kantor, terdapat satu unit kendaraan lapis baja dan satu unit kendaraan Pemadam Kebakaran.

Setibanya di depan Kementerian ESDM, ‎orator menyampaikan tuntutan terkait penetapan harga BBM yang membuat kerugian Pertamina semakin besar.

Para pendemo juga meminta Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk menermui mereka. Kemudian pihak keamanan Kementerian ESDM mencoba men‎emui koordinator aksi untuk bernegosiasi, beberapa perwakilan pun diterima Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial.

2 dari 3 halaman

Penolakan

Namun perwakilan Pekerja PT Pertamina (Persero) yang berunjuk rasa menolak bertemu dengan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.  
 
Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Arie Gumilar mengatakan, perwakilan menolak pertemuan karena tidak langsung diterima Menteri ESDM Ignasius Jonan, tetapi hanya diterima Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.
 
‎"Kami tidak ingin diskusi dengan wamen (wakil menteri), amanat kami harus dialog dengan menteri," kata Arie, saat ditemui di halaman Kementerian ESDM.
 
‎Arie mengungkapkan rencana aspirasi yang akan disampaikan ke Jonan adalah, meminta tambahan subsidi BBM atau menaikkan harga BBM sesuai dengan harga keekonomian.
 
Selain itu, meminta pencabutan Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 Tahun 2018 yang mengatur tentang pengelolaan blok migas.
 
"Tuntutan harga jual BBM, wiayah kerja migas dan federasi terkait subsidi dan batalkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 Tahun 2018," tandasnya.
3 dari 3 halaman

2 Cara Pemerintah Selamatkan Pertamina dari Jurang Defisit

Pemerintah memiliki dua cara untuk mengurangi defisit keuangan PT Pertamina (Persero) akibat keputusan tidak dinaikkannya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar subsidi di saat harga minyak dunia meroket.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengakui, kebijakan pemerintah ‎terhadap Premium dan Solar bersubsidi akan berdampak pada kondisi keuangan Pertamina sebagai badan usaha yang ditugaskan untuk menyalurkan BBM.

"Menurut pandangan kami Pertamina badan usaha untuk melayani masyarakat, bila tidak dinaikan akan difisit" kata Jonan saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR Jakarta, Kamis (19/7/2018).

Jonan mengungkapkan, cara untuk mengurangi defisit Pertamina atas kebijakan tidak dinaikannya harga Premium, pertama dengan mengkonversi keuntungan Pertamina dari kegiatan ‎hulu minyak dan gas bumi (migas). Yaitu dengan memberikan Blok Migas yang habis kontraknya ke Pertamina.

Dia mencontohkan seperti penugasan ke Pertamina untuk mengelola Blok Mahakam‎, dari produksi migas blok bekas Total tersebut Pertamina mendapat keuntungan yang bisa untuk menutupi defisit atas penjualan Premium.‎

"Pemerintah menugaskan Pertamina mengelola PHE ONWJ juga 10 blok kecil terminasi yang jatuh tempo ke Pertamina, sehingga tambahan sektor hulu bisa menutupi defist di distribusi," ucapnya.

Sedangkan untuk solar, menurut Jonan saat ini harga solar subsidi yang ditetapkan ‎sekitar Rp 5.150 per liter berbeda jauh dengan harga pasar, kondisi ini membuat subsidi yang ditetapkan Rp 500 per liter tidak cukup lagi untuk menutupi selisih harga. 

Â