Liputan6.com, Jakarta - Indonesia mesti memperkuat daya saing ekonomi untuk melindungi diri terhadap dampak negatif perang dagang.
Hal itu disampaikan Dirjen Perundingan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Iman Pambagyo saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jumat (20/7/2018).
"Kembali lagi isunya adalah daya saing. Mau trade war sebesar apapun kalau daya saing ekonomi kita kuat, kita akan baik-baik saja," kata dia.
Advertisement
Baca Juga
"Itu (membangun daya saing ekonomi) selalu jadi masalah dan itu komplek sekali tidak bisa ditangani satu atau dua kementerian. Tapi faktanya kita mulai coba fokus pada beberapa key area untuk daya saing seperti bangun infrastruktur," tutur dia.
Selain membangun daya saing dan ketahanan ekonomi domestik, Indonesia juga tentu berkomunikasi dengan negara lain, untuk menghindari keharusan Indonesia juga terlibat dalam perang dagang dengan negara tertentu.
"Tapi kita juga tetap lakukan pendekatan biletaral. Apa yang masih dipermasalahkan dengan hubungan kita, apa yang bisa kita kerjakan sama-sama," kata dia.
Indonesia juga terus mencari kemungkinan membuka pasar-pasar baru agar tidak hanya bergantung pada kerja sama perdagangan dengan pasar tradisional.
"Itu yang bisa kita lakukan intinya kitta tetap pertahankan akses pasar tradisional seperti AS, Jepang, Korea, EU, sambil kita buka lagi akses pasar nontradisional. Mungkin itu (pasar nontradisional) kecil-kecil, tapi kalau dikumpulkan banyak jadi bisa balancing. Jadi tergantung pada beberapa negara besar itu tidak aman buat Indonesia," ujar Iman.
Â
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
RI Perlu Waspadai Ini Imbas Perang Dagang China-AS
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan ada sejumlah hal yang harus diwaspadai dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Dirjen Perundingan Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Iman Pambagyo menyatakan, salah satunya kemungkinan produk China yang diekspor ke AS beralih ke Indonesia untuk mengubah kemasan. Kemudian produk tersebut kembali dijual ke AS.
"Lalu hati-hati juga, untuk hindari tarif tinggi di AS. Ada potensi sirkumvasi, produk dari China belok sebentar ke Indonesia, diganti packanging, diganti cat, kemudian dijual ke AS," ujar dia ketika ditemui, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat 20 Juli 2018.
"Itu terkait disiplin WTO. Kalau kita impor sesuatu dari negara lain yang dikenakan anti dumping, lalu ganti bungkusnya dikirim ke negara yang penerapkan anti dumping, kita yang kena. Yang kita lakukan tidak benar," tambah dia.
Selain itu, produk China yang dikenai tarif tinggi oleh AS tentu akan mencari pasar lain, termasuk Indonesia. Hal ini pun harus diwaspadai.
"Yang harus diperhatikan itu trade diversion. Karena tidak bisa dijual ke AS produk China akan cari pasar lain, begitu juga sebaliknya. Termasuk ke Indonesia tapi juga negara-negara lain, kaya air saja, cari jalan untuk terus turun," kata Iman.
Iman menjelaskan, perang dagang AS-China akan berdampak kecil pada Indonesia. Sebab, porsi Indonesia ke kedua negara untuk produk yang dikenakan kenaikan tarif masih kecil.
"China naikkan berapa post tarif beberapa produk dari AS, kita lihat kontribusi kita terhadp produk AS yang diekspor ke cina dan dikenai tarif tinggi itu berapa besar, ternyata 0,0 persen. Sebaliknya juga dari AS ke China, ada inputnya dari Indonesia apa, 0,0 persen juga. Jadi kita lihat dampaknya secara langsung sangat minimal," ujar dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement