Liputan6.com, Jakarta - Forum Pengguna Keramik Seluruh Indonesia (FPKSI) meminta pemerintah khususnya kementerian terkait agar tidak berlebihan dalam memproteksi industri keramik dalam negeri.
Hal ini menyusul langkah Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang tengah memproses pengajuan safeguard yang diajukan oleh Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) terkait impor keramik yang semakin menggerus ceruk pasar keramik nasional.
"Pemerintah seharusnya tidak terlalu banyak proteksi buat segala hal, seharusnya dilepas saja agar memberikan kompetisi antara impor dan industri," ujar Ketua Umum FPKSI Triyogo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Menurut dia, membanjirnya produk impor keramik justru menandakan tidak berdayanya produsen keramik nasional untuk memenuhi kebutuhan pasar di Indonesia yang semakin besar.
"Ukuran dan kualitas produk lokal keramik belum bisa memenuhi standar permintaan pasar atau tren penggunaan keramik yang ada di Indonesia, khususnya untuk ukuran 60x60 cm ke atas," kata Triyogo.Â
"Harus disadari bahwa tren pengguna keramik sudah bergeser dari keramik yang diglasir menjadi porselen," sambung dia.‎
Lebih lanjut, kata Triyogo, saat ini produsen keramik dalam negeri masih menggunakan peralatan dan sistem produksi lama yang masih memproduksi keramik glasur. Sedangkan tren dunia sudah menggunakan keramik poles.
"Industri-industri semacam ini yang seharusnya pemerintah dukung, bagaimana keramik glasur menuju keramik poles di mana tren dunia sudah sudah menggunakan keramik poles," ungkap dia.
‎
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tidak Mendidik
Sementara itu, Sekretaris Jenderal FPKSI, Daniel Hendra menilai pemberlakuan safeguard terhadap impor keramik tidak mendidik. Sebab dia menilai selama ini industri keramik dalam negeri hanya mengandalkan lini produksi yang sudah ada sejak lama dan tidak meningkatkan kapasitas produksinya.
"Market itu besar sekali, kenapa harus dilindungi. Harusnya produsen dalam negeri meningkatkan kapasitas produksinya agar bisa memenuhi kebutuhan pasar terutama untuk produk unglazed dengan ukuran 60x60 cm keatas," jelas Daniel.
Menurut dia, tren kenaikan impor keramik yang mencapai 21 persen saat ini terjadi karena adanya permintaan dari pasar domestik yang tidak dapat dipenuhi oleh pabrik dalam negeri. Dan hal ini sama sekali tidak berhubungan dengan kerugian yang dialami oleh beberapa pabrik di dalam negeri.
"Kiranya pemerintah dapat mempertimbankan untuk menunda langkah-langkah pengamanan. Mengingat industri dalam negeri telah menikmati perlindungan sebelumnya tanpa mencoba untuk mengembangkan produk sejenis secara signifikan. Kalau safeguard diberlakukan nanti ujung-ujungnya para pengguna keramik yang merugi, karena harga akan merambat naik," tutup Daniel.
Advertisement