Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mencoba segala cara untuk mengurangi impor sebagai upaya memperkuat ketahanan ekonomi dalam negeri dari berbagai sentimen global. Salah satu yang akan dilakukan adalah mengurangi impor barang-barang yang bersifat konsumsi.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mencontohlan salah satu produk impor yang diharapkan bisa dikurangi adalah impor kedelai dari Amerika Serikat. Karena, kedelai masuk barang impor yang tidak bersubstitusi ekspor.
Advertisement
Baca Juga
 "Sementara itu untuk barang barang yang sifatnya tidak punya substitusi seperti raw material atau disebut bahan baku seperti kedelai yang saya sampaikan itu memang harus dilakukan kepada Menteri Pertanian apakah ada sumber lain atau apakah ada berbagai langkah yang bisa dilakukan dalam rangka mengurangi ketergantungan yang terlalu tinggi," kata Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Rabu (25/7/2018).
Di sisi lain, Menkeu akan berkoordinasi dengan Menteri Perindustrian untuk menggenjot industri dalam negeri supaya bisa menghasilkan produk-produk ekapor yang memiliki nilai tambah.
Tak hanya itu, untuk impor bahan baku sifatnya sebagai bahan produksi yang bersubstitusi impor, pemerintah akan memberikan berbagai kemudahan. Karena sebagai negara berkembang, impor bahan baku akan berkolerasi terhadap peningkatan ekspor.
"Makanya untuk barang konsumsi kita akan minta dikurangi, karena dia bisa kurangi substitusi dalam negeri. Ini semua dilakukan dalam review kita terhadap neraca pembayaran dan kita sudah lihat angkanya sampai dengan semester I 2018," paparnya.
"Ya jika memang produksi penting untuk menjaga stabilitas dan growth ya kita tidak bisa karena kalo diturunkan justru akan menambah masalah komplikasi dalam negeri," pungkasnya.
Surplus Neraca Perdagangan Perbaiki Kinerja Transaksi Berjalan
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan secara keseluruhan surplus neraca perdagangan pada Juni 2018 dapat mengurangi tekanan defisit transaksi berjalan yang diprakirakan meningkat pada triwulan II 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan RI sepanjang Juni 2018 mengalami surplus sebesar USD 1,74 miliar. Sebelumnya neraca perdagangan RI mengalami defisit sebesar USD 1,52 miliar  pada Mei 2018.
"Secara keseluruhan untuk 2018, defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap berada dalam batas yang aman yaitu tidak melebihi 3 persen dari PDB," kata Perry di kantornya, Kamis (19/7/2018).
Dengan kondisi tersebut, posisi cadangan devisa pada Juni 2018 tercatat 119,8 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," ujarnya.
Seperti diketahui, neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2018 mencatat surplus didukung surplus neraca perdagangan nonmigas dan penurunan defisit neraca perdagangan migas.
Advertisement