Liputan6.com, Jakarta Komisi XI DPR dan pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyepakati Rancangan Undang-undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (RUU PNBP) untuk disahkan menjadi undang-undang. Kesepakatan bersama itu diteken pada tingkat panitia kerja (Panja) di Komisi XI DPR, Rabu (25/7/2018).
Ketika undang-undang ini berlaku diharapkan bisa menopang APBN dari sektor pajak. Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan, RUU PNBP merupakan strategi penting untuk menjaga pemasukan negara.
Baca Juga
Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan Inpres Nomor 4 Tahun 2018 tentang Peningkatan Pengawasan Penerimaan Pajak Atas Belanja Pemerintah dan PNBP.
Advertisement
Melalui inpres itu pula presiden memerintahkan pengawasan atas pelaksanaan kewajiban perpajakan bendahara dalam belanja pemerintah dan pengelolaan PNBP bisa meningkat.
“RUU PNBP ini nantinya menjadi ruh, sebagai panduan baru dalam memungut PNBP,” ujar dia.
Legislator ini menuturkan, setidaknya ada empat poin penting terkait UU PNBP. Pertama, UU PNBP akan berfungsi sebagai bantalan yang kuat dalam menopang penerimaan negara secara total dalam APBN untuk pembiayaan pembangunan nasional.
Kedua, dengan UU PBNP maka mekanisme APBN benar-benar dipakai. Dengan demikian, kementerian/lembaga harus melakukan penyempurnaan terhadap tata kelola dan sistem evaluasi sehingga negara mempunyai strategi dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA).
“Dengan demikian apabila harga naik negara bisa mengeksploitasi. Tapi apabila harga turun, negara mempunyai strategi bagaimana SDA tersebut disimpan untuk generasi mendatang,” ujarnya.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu ini melanjutkan, UU PNBP merupakan bagian dari kebijakan pemerintah yang berpihak pada kepentingan rakyat. Karena itu Fraksi Partai Golkar mendukung penuh karena PNBP sangat terkait dengan pelayanan kehidupan dasar.
“Pasal-pasal mengenai itu diakomodir menjadi tarif nol persen, seperti penyelenggaraan kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, pertimbangan karena keadaan di luar kemampuan wajib bayar, masyarakat tidak mampu, mahasiswa berprestasi, serta usaha mikro, kecil dan menengah,” tuturnya.
Keempat, UU PNBP sebagai panduan untuk mengoptimalkan pendapatan negara dari PNBP guna mewujudkan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), tata kelola dan optimalisasi sehingga APBN lebih sehat dari segi sumber pembiayaan.
Dia menambahkan, PNBP juga diselaraskan dengan paket undang-undang bidang keuangan negara. Antara lain UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
“Fraksi Partai Golkar berharap dengan kehadiran Undang-undang PNBP ini dapat sebagai penopang yang kuat untuk pembiayaan APBN kita ke depan. Selain dari sektor pajak, serta dapat mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah dalam pelayanan, pengaturan dan perlindungan masyarakat, pengelolaan kekayaan negara, serta pemanfaatan sumber daya alam dalam rangka pencapaian tujuan nasional,” pungkasnya.
Pemerintah Kantongi Penerimaan Perpajakan Rp 653,49 Triliun sampai Juni
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan perpajakan sampai akhir Juni 2018 mencapai Rp 653,49 triliun. Jumlah tersebut, berasal dari pajak Rp 581,54 triliun dan kepabeanan serta cukai sebesar Rp 71,95 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi penerimaan perpajakan mencapai 40,84 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
"Hingga akhir Semester I tahun 2018, realisasi penerimaan pajak tumbuh positif sebesar 13,99 persen (yoy), didukung oleh kinerja positif seluruh jenis penerimaan pajak yang terdiri dari PPh non migas, PPh migas dan PPN," ujar dia di Jakarta, Selasa (17/6/2018).
Sri Mulyani mengatakan, untuk PPh non migas apabila dihitung tanpa tak amnesty, tercatat tumbuh 19,86 persen. Pajak dari PPh 21 tumbuh 22,26 persen, PPh 22 meningkat 28 persen, PPh badan tumbuh 23,81 persen.
"Untuk PPh migas hingga akhir Juni 2018 mampu tumbu positif sebesar 9,13 persen (yoy) atau mencapai 78,84 persen dari target. Pertumbuhan ini ditopang harga komoditas yang mendorong kenaikan harga Crude Oil Price (ICP)," jelasnya.
Untuk penerimaan PPN dan PPnBM hingga akhir Juni 2018 tercatat naik 13,63 persen (yoy) didorong pertumbuhan konsumsi dalam negeri dan kinerja impor. Sementara itu penerimaan PPnBM DN hingga akhir Juni 2018 tumbuh negatif 14,16 persen (yoy), sebagai akibat dari tagihan restitusi yang cukup signifikan.
Sedangkan realisasi penerimaan dari kepabeanan dan cukai, telah mencapai 37,07 persen dari target pada APBN 2018. "Kepabeanan dan cukai juga masih terus tumbuh hingga akhir Juni 2018 mencapai 16,66 persen (yoy), tren pertumbuhan positif kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai seperti bea masuk, bea keluar, dan cukai," tandasnya.
Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan positif penerimaan kepabeanan dan cukai hingga akhir semester I 2018 merupakan pertumbuhan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Adapun penerimaan bea masuk tumbuh 12,98 persen (yoy) dan bea keluar yang mencapai 93,75 persen (yoy).
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement