Sukses

Kenaikan Harga Ayam dan Telur Untungkan Emiten Perunggasan

Permintaan yang lebih tinggi di tahun ini namun tidak disertai dengan pasokan memadai, membuat harga daging ayam dan telur meningkat meskipun lebaran telah usai.

Liputan6.com, Jakarta Lonjakan harga telur dan daging ayam yang terjadi akhir-akhir ini karena dipicu meningkatnya permintaan masyarakat terhadap komoditas tersebut.

Di pasar saham, kenaikan harga telur dan daging ayam ternyata memberi sentimen positif untuk emiten perunggasan (poultry). Harga saham emiten yang menggeluti sektor perunggasan ikut melejit.

Tercatat pada Selasa (24/7), saham Japfa Comfeed (JPFA) sempat bertengger di posisi Rp 2.330. Ini merupakan level tertinggi JPFA sejak diperdagangkan di bursa. Sepanjang bulan ini, harganya melejit 45,17 persen.

Analis Reliance Sekuritas Indonesia, Tbk (RELI) Anissa Septiwijaya menilai, adanya permintaan yang lebih tinggi di tahun ini namun tidak disertai dengan pasokan memadai, membuat harga daging ayam dan telur meningkat meskipun lebaran telah usai.

"Salah satu penyebab turunnya produktivitas tersebut merupakan dampak dari adanya pembatasan impor GPS (Grand parent Stock) di tahun lalu, sehingga imbasnya baru terasa di tahun ini," ujar Anissa di Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Di tengah harga daging ayam dan telur yang sedang meningkat, justru para emiten poultry diuntungkan. Bahkan dikuartal I 2018, CPIN mencatatkan laba bersih yang naik 59,13 persen, JPFA naik 297,14 persen, dan MAIN 102,20 persen.

Menurut Annisa, emiten poultry untuk tahun ini tengah menarik, apalagi di tahun ini ketersediaan jagung dalam negeri masih mencukupi di tengah pelemahan Rupiah.

Selain itu, saat ini para emiten poutry untuk mengantisipasi kekurangan persediaan jagung dalam negeri ke depannya tengah membangun corn silo (penampungan jagung) untuk menyimpan persediaannya sehingga beban perusahaan dapat terkendali. "Bukan hanya itu, segera di mulainya Asian Games 2018 di Indonesia menjadi angin segar untuk para emiten poultry karena hal tersebut dapat menjadi katalis positif yang memicu konsumsi dalam negeri meningkat," ucapnya.

Di tengah harga komoditas peternakan yang tengah meningkat, emiten ini dinilai juga diuntungkan. Sebab, sebelumnya melalui Permendag No.58 pemerintah telah mengatur batas bawah dan atas harga ayam yang membuat para emiten poultry lebih bisa menjaga kenaikan bebannya, dan diharapkan akan membuat harga ayam dan telur lebih stabil di pasar.

Namun pada kenyataannya, kini harga daging ayam dan telur sudah melewati harga yang ditetapkan sehingga akan lebih menguntungkan bagi emiten poultry dan justru memberatkan masyarakat. Apalagi saat ini belum ada lagi kelanjutan apakah ada revisi terkait aturan tersebut mengingat harga ayam dan daging di tingkat produsen telah melewati batas yang telah ditetapkan.

 

2 dari 2 halaman

Ketersediaan Pakan Penting Buat Stabilkan Harga Telur

Ketersediaan jagung untuk pakan ayam sangat penting untuk menjaga kestabilan harganya. Pakan ayam berperan penting untuk menunjang pertumbuhan ayam. Sekarang harga pakan ayam mengalami peningkatan secara rata–rata Rp 250 per kilogram (kg). Hal ini disebabkan karena pasokan jagung yang menipis sehingga mau tidak mau akan meningkatkan biaya produksi.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri mengatakan, lebih dari 45 persen pakan ayam berasal dari jagung sehingga kelangkaan jagung pasti akan memengaruhi produksi pakan nasional. Belum lagi jumlah produksi jagung harus berebut dengan permintaan konsumen yang ditujukan untuk non pakan ternak.

Apabila jagung tetap menjadi bahan pokok pakan, perlu adanya peningkatan pasokan atau persediaan jagung. Selama ini petani menanam jagung bergantian dengan jenis komoditas pertanian lain setiap musim sehingga produksi jagung tidak stabil di sepanjang tahun.

“Semakin mahal harga telur di tingkat petani maka semakin sulit pedagang eceran untuk memasok persediaan dengan modal jualan yang tetap. Di samping itu, pemerintah juga perlu mewaspadai rantai distribusi perdagangan telur. Karena tidak menutup kemungkinan terdapat oknum disepanjang rantai distribusi yang sengaja membuat harga telur menjadi tinggi,” jelas Novani dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (24/7/2018).

Jumlah produksi jagung nasional tidak bisa memenuhi jumlah konsumsi jagung nasional. Di saat yang bersamaan, pemerintah justru membatasi impor jagung tanpa memperhatikan pasokan memadai.

Jumlah produksi jagung nasional tidak bisa memenuhi jumlah konsumsi jagung nasional. Di saat yang bersamaan, pemerintah justru membatasi impor jagung tanpa memperhatikan pasokan memadai.

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (Kementan), jumlah produksi jagung nasional mengalami peningkatan pada periode 2013 sampai 2017. Pada 2013 jumlah produksi jagung nasional adalah 18,5 juta ton dan meningkat menjadi 19 juta ton dan 19,6 juta ton pada 2014 dan 2015. Pada 2016 dan 2017 jumlahnya menjadi 19,7 juta ton dan 20 juta ton.

Di saat yang bersamaan, jumlah konsumsi jagung nasional juga terus naik. Pada periode 2013-2015, jumlah konsumsi jagung nasional berjumlah 21,6 juta ton, 22,5 juta ton dan 23,3 juta ton. Ada sedikit penurunan pada 2016 yaitu menjadi 22,1 juta ton. Jumlah ini kembali naik menjadi 23,3 juta ton pada 2017.

Jumlah jagung yang diimpor Indonesia terus mengalami penurunan. Indonesia mengimpor 3,19 juta ton jagung pada 2013 dan 3,18 juta ton pada 2014. Sementara itu pada 2015, 2016 dan 2017 jumlahnya impornya adalah3,5 juta ton, 1,3 juta ton dan 500.000 ton. Penurunan jumlah impor yang dimaksudkan untuk melindungi petani jagung nasional justru tidak efektif untuk menjaga kestabilan harga.

Tingginya harga telur ini tidak hanya berdampak pada konsumen akhir, tetapi juga produsen yang berbahan baku telur seperti produsen roti dan produsen makanan olahan lainnya. Ditambah lagi telur ayam ditengarai sebagai salah komoditas yang menyumbangkan nilai tinggi terhadap inflasi di bulan Juni.