Sukses

Garuda Klaim Kinerja Keuangan Ada Perbaikan meski Rupiah Tertekan

Meski rupiah tertekan dan biaya avtur tinggi, kinerja PT Garuda Indonesia Tbk ditopang operasional lebih baik.

Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menyatakan, kinerja semester I 2018 dipengaruhi oleh bahan bakar pesawat (avtur) serta nilai tukar rupiah yang cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat.

Meski begitu, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Pahala Nugraha Mansury menuturkan, kinerja keuangan Perseroan membaik dari sisi penyewaan pesawat dan juga utilisasi.

"Semester I trennya membaik dari sisi utilisasi pesawat dan biaya yang membaik dari renegosiasi leasing pesawat," ujar dia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (27/7/2018).

Terkait biaya avtur, kata Pahala, beban yang ditanggung Perseroan sekitar 35-40 persen. Perseroan pun melakukan lindung nilai (hedging) guna menekan kerugian.

"Total beban 35 sampai 40 persen dari biaya dan ini merupakan tantangan dan kita melakukan hedging. Dengan menjaga pertimbangan safety. Dan cost efisiensi kita lakukan dari bahan bakar. Jumlah bahan bakar yang digunakan mengalami penurunan," ujar dia.

Tak hanya itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat, Pahala menuturkan mempengaruhi kinerja PT Garuda Indonesia Tbk. 

"Peningkatan biaya avtur dan depresiasi rupiah mempengaruhi kinerja, dari sisi operasional masih ada perbaikan. Perbaikan lebih 30 persen di bottom line year-on-year (yoy) di semester I. Dan lebih dari 50 persen dari kuartal I," ujar dia.

Rupiah cenderung melemah dapat pengaruhi bisnis penerbangan. Lantaran sebagian biaya operasional industri penerbangan memakai dolar AS. Mengutip data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 6,21 persen secara year to date. Sementara itu, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah 6,94 persen terhadap dolar AS. Rupiah sempat berada di posisi 13.542 per dolar AS pada 2 Januari 2018 menjadi 14.483 per dolar AS pada 27 Juli 2018.

 

2 dari 2 halaman

Garuda Indonesia Lunasi Obligasi Rp 2 Triliun

Sebelumnya, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melunasi obligasi senilai Rp 2 triliun. Obligasi tersebut memiliki tenor selama lima tahun dari periode 2013–2018 dengan pembayaran pokok obligasi dilakukan secara penuh pada saat jatuh tempo dengan tingkat suku bunga sebesar 9,25 persen per tahun dan dibayar setiap tiga bulanan.

Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N Mansury mengatakan, pelunasan obligasi tersebut merupakan komitmen Garuda untuk memenuhi kewajiban perseroan terkait penerbitan surat hutang tersebut.

"Seiring dengan peningkatan kinerja perusahaan, Garuda Indonesia akan selalu memenuhi kewajiban secara tepat waktu dan memenuhi seluruh komitmennya kepada para investor," jelas Pahala seperti dikutip dari keterangan tertulis, Kamis 5 Juli 2018.

Perolehan penawaran obligasi Rp 2 triliun yang dilakukan pada tahun 2013 yang lalu, merupakan bagian dari aksi korporasi perseroan dalam rangka program ekspansi perusahaan dan peremajaan armada.

Adapun tujuan penggunaannya terdiri dari 80 persen pembayaran uang muka pembelian pesawat dan 20  persen digunakan sebagai modal untuk pembayaran sewa pesawat.

Sejalan dengan optimalisasi kinerja keuangan Perseroan, pada kuartal I 2018 Garuda Indonesia berhasil menekan kerugian maskapai hingga sebesar 36,5 persen menjadi USD 64,3 juta atau setara Rp 868 miliar (Kurs Rp 13.500).

Perusahaan juga berhasil mencatatkan kenaikan pendapatan operasional sebesar 7,9 persen menjadi USD 983 juta atau setara Rp 13,27 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar USD 910,7 juta.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â