Sukses

Inflasi Minggu Keempat Juli 0,25 Persen, Pendorongnya Masih Telur

Bank Indonesia (BI) mencatat Survei Pemantauan Harga (SPH) pada mingggu keempat Juli 2018 telah terjadi inflasi sebesar 0,25 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat Survei Pemantauan Harga (SPH) pada mingggu keempat Juli 2018 telah terjadi inflasi sebesar 0,25 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan survei yang dilakukan pada minggu pertama sebesar 0,13 persen.

"SPH minggu keempat 0,25 persen. Jadi, sebenarnya di bawah dari titik tertinggi, jadi memang ada kenaikan dibandingkan pada waktu melakukan survei di minggu pertama 0,13 persen ya," kata Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, di kantornya, Jakarta, Jumat, (27/7/2018)

Mirza mengatakan, angka ini turun dibandingkan dengan inflasi Juni sebesar 0,59 persen. Jika dilihat lebih detail, berdasarkan SPH minggu pertama Juli sebesar 0,13 persen, minggu kedua Juli 0,23 persen, minggu ke tiga Juli 0,25 persen, dan minggu keempat Juli 0,25 persen.

"Ini enggak berubah minggu ketiga dan keempat. Secara year on year (yoy) angka inflasi tercatat 3,16 persen. Jadi di angka 3,16 itu bagi BI angka yang baik," kata Mirza.

Adapun yang mendorong terjadinya inflasi sebesar 0,25 persen pada minggu keempat Juli ini karena didorong beberapa komoditas.

"Tiga item itu telur ayam 14 persen mont on mont (mom). Daging ayam ras 6,9 persen, cabai rawit 19 persen mom," imbuhnya.

Sedangkan, beberapa komuditas juga yang telah mengalami penurunan. "Beberapa contoh saja daging sapi 1,35 persen. Bawang putih 4,7 persen, kemudian cabai merah turun 6,6 persen. Beras bisa dibilang flat memang angkanya minus 0,03 persen," tandasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra 

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Jurus BI dan Pemerintah Tekan Inflasi di Sektor Pangan

BI menyatakan ada empat hal yang akan menjadi bahasan utama dalam Rakornas Tim Pemantauan dan Pengendali Inflasi Daerah (TPID) 2018.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan, empat hal tersebut perlu dilakukan untuk menekan inflasi dari sektor pangan.

Perry mengungkapkan, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjaga pasokan mengenai pangan strategis melalui pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas utama pemerintah yang akan terus dilakukan dan dipercepat baik di pusat maupun di daerah. 

"Infrastruktur ini bukan hanya infrastruktur jalan, tetapi juga irigasi, bendungan, kemudian embung sampai irigasinya. Sehingga infrastruktur ini yang dapat meningkatkan ketersediaan pasokan," kata Perry di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Selanjutnya, langkah kedua yang harus dilakukan adalah menjaga ketersediaan atau kelencaran distribusi dari produsen, yaitu petani, sampai ke konsumen.

"Perlunya pembentukan pedagang atau pengumpul yang dekat dengan petani, demikian juga masalah logistik, demikian juga untuk kelancaran distribusi. Ini penting untuk meningkatkan dan memperkuat perdagangan antar daerah," ujar dia.

Dengan demikian, katanya, ketika ada satu daerah yang surplus di suatu bahan makanan misalnya beras, maka daerah tersebut secara langsung bisa memperdagangkan berasnya kepada daerah lain yang sedang mengalami kekurangan pasokan.

"Perdagangan antar daerah itu sudah terjadi antar provinsi, tidak hanya Jakarta tetapi juga dari kawasan Timur, Jawa Timur dengan Kalimantan dan berbagai daerah. Ini yang perdagangan antar daeah perlu kita lancarkan untuk distribusinya," ujar dia.

Ketiga, TPID harus  memperkuat masalah kelembagaannya antara daerah dan pusat. "Makanya rakornas ini adalah puncak koordinasi kelembagaan tadi, demikian juga rakor koordinasi wilayah maupun rakor di daerah itu adalah memperkuat kelembagaan."

Terakhir, adalah masalah sistem informasi yaitu Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) yang dinilai masih perlu dikembangkan lagi.

"Perlu kita perluas PIHPS  dengan informasi data produksi, sehingga bisa menjadi pusat informasi yang terintegrasi tidak hanya harga pangan, tetapi juga produksi perdagangan,” ujar dia.