Liputan6.com, Jakarta - Peningkatan layanan jalan tol terus dilakukan oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Hal ini sebagai konsekuensi dari kenaikan tarif tol setiap tahun.
Hingga akhir 2018 , masih ada dua ruas tol yang belum disesuaikan tarifnya. Memang dua ruas tol ini sudah harus disesuaikan mengingat terakhir disesuaikan pada 2016.
"Kemarin (24 Juli-red) Semarang-Bawen sudah dilakukan. Nanti juga akan disesuaikan tarif tol Jakarta-Cikampek dan Prof Sedyatmo (tol bandara Soetta)," kata Direktur Utama Jasa Marga Desi Arryani kepada Liputan6.com, seperti ditulis Minggu (29/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Tarif tol dihitung berdasarkan kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan (BKBOK) dan kelayakan investasi (Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan).
Sedangkan evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali oleh BPJT berdasarkan tarif lama yang disesuaikan dengan pengaruh inflasi sesuai dengan formula.Â
Hal itu sesuai dengan pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Pasal 68 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang JalanTol.
"Keduanya kalau menurut penyesuaian terakhir di 2016, seharusnya disesuaikan lagi pada bulan oktober 2018," tambah AVP Corporate Communication Jasa Marga Dwimawan Heru. (Yas)
Â
Jasa Marga Jajaki Penerbitan Dinfra demi Perkuat Modal
Sebelumnya, PT Jasa Marga (Persero) Tbk tengah mengkaji penerbitan skema pendanaan baru demi menambah modal perusahaan. Setelah beberapa waktu lalu Jasa Marga mengeluarkan Reksa Dana Penawaran Terbatas (RDPT) kini inovasi baru yang tengah dijajaki adalah penerbitan Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Dinfra).
Direktur Utama Jasa Marga Desi Arryani menjelaskan banyaknya proyek pembangunan jalan tol yang tengah dikerjakan menjadikan perseroan harus berinovasi demi menjaga margin keuangan perusahaan tetap sehat.
"Tahun lalu ada tiga. Sekuritisasi, project bound, dan global bound. Ketiganya satu hal baru. Tahun ini RDPT. Memang kita lagi coba kaji Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Dinfra)," kata Desi kepada Liputan6.com, Jumat 27 Juli 2018.
Untuk diketahui, Dinfra sebelumnya dikenalkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan OJK Nomor 52/POJK.04/2017 yang terbit pada 20 Juli 2017. Dinfra merupakan reksadana yang dipergunakan untuk menghimpun dana investor yang nantinya akan diinvestasikan pada aset infrastruktur.
Manajer investasi hanya bisa menempatkan dana di aset infrastruktur, dengan porsi minimal 51 persen dari nilai aktiva bersih (NAB). Sisanya, maksimal 49 persen, bisa ditempatkan di instrumen pasar uang atau efek dalam negeri.
Menurut Desi, skema pendanaan baru itu tengah dilakukan komunikasi dengan otoritas, dalam hal ini Kementerian Keuangan dan OJK.
"Dia (Dinfra) ini mirim RDPT tapi ada bedanya sedikit. Ini masih dikoordinasikan. Intinya memperkuat struktur permodalan karena investasi kita itu luar biasa," tegas Desi.
Tahun 2018, Jasa Marga membutuhkan pendanaan antara Rp 50 triliun-60 triliun. Sebagian besar dana tersebut untuk menyelesaikan proyek jalan tol Trans Jawa.
Tol Trans Jawa sendiri saat ini ada beberapa ruas yang belum rampung, seperti Batang-Semarang, Salatiga-Kartosuro, Sragen-Ngawi, Wilangan-Kertosono, Porong-Kejapanan, dan Pasuruan-Grati.
Belum lagi pendanaan tahun depan, di mana selain tol Trans Jawa, Jasa Marga masih memiliki proyek lain diantaranya jalan tol Jakarta-Cikampek Eleveted, jalan tol Bogor Outer Ring Road (BORR), tol Jakarta Outer Ring Road 2 (JORR 2), tol Cengkareng-Kunciran, Kunciran-Serpong, Serpong-Cinere, dan masih banyak lagi.
"Ini demi menjaga struktur permodalan, mengantisipasi deviasi, sehingga semua smooth. Semua ruas kita sudah ada back up finansialnya tapi kalau terus tidak improve nanti struktur modal jadi tidak sehat," pungkas Desi.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement