Liputan6.com, Jakarta - Peternak ayam memastikan harga ayam mulai turun pada awal Agustus 2018. Ini lantaran produksi ayam mulai kembali normal.
Peternak ayam menyatakan, kalau harga ayam di tingkat peternak sudah turun sekitar Rp 1.000. Namun, harga jual daging ayam di pasar tradisional diakui masih tinggi. Pada Jumat 27 Juli 2018, harga daging ayam meski turun di Pasar Rumput, Jakarta Selatan namun masih tinggi. Pedagang ayam M. Yuli (35) menjual daging ayam di kisaran Rp 35 ribu-Rp 50 ribu per kg.
"Lagi turun omzet sampai 10 persenan-lah, kita juga untungnya tipis, cuma ambil Rp 2 ribu per kg. Modalnya Rp 48 ribu, kita jualnya Rp 50 ribu per kg," tutur dia kepada Liputan6.com pada Jumat 27 Juli 2018.
Advertisement
Baca Juga
Ketua Umum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Heri Dermawan menuturkan, gangguan pasokan usai libur panjang Lebaran menjadi faktor utama tingginya harga ayam.
"Lebaran pada 15 Juni. H-7 hingga H+7 pabrik bibit ayam tidak buka. Sebagian ada yang buka dan itu bantu 50 persen pasokan. Baru pada 22 Juni bisa ada lagi ayam. Nanti 29 Juli bisa normal (produksi-red) untuk ayam," ujar Heri saat dihubungi Liputan6.com, Senin (30/7/2018).
Ia menambahkan, produksi ayam turun juga jadi pemicu melonjaknya harga ayam. Produksi ayam turun lantaran bibit ayam kurang bagus dan juga kualitas pakan ayam.
"Jika dulu memelihara 1.000 ayam bisa panen hingga 950 ayam. Sekarang hanya 800. Ini karena bibit jelek dan kualitas pakan turun sehingga produksi ayam berkurang,” kata dia.
Heri menuturkan, kualitas pakan turun kemungkinan disebabkan bahan baku masih impor membuat harga lebih mahal.Bahan baku mahal membuat pelaku usaha memutar otak mengatasi biaya produksi yang mahal. Ini karena dolar Amerika Serikat juga meningkat. Kini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di kisaran 14.000.
Heri mencontohkan, harga pakan ayam kini sekitar 6.800-7.400. Kemudian harga day old chick (doc) dari harga Rp 5.000 menjadi Rp 7.500.
"Harga pakan di luar masih tinggi. Dolar AS juga naik. Sedangkan pabrik pakan tidak bisa semena-mena naikkan harga jual sehingga putar otak dengan mengurangi kualitas. Peternak pun tak bisa ambil untung besar. Misalkan biaya produksi 22 ribu belum tentu kami jual 24 ribu. Harga jual ayam ditentukan mekanisme pasar,” ujar Heri.
Meski demikian, Heri menilai harga ayam di pasar memang sudah cukup tinggi. Harga ayam kini di jual bisa mencapai Rp 50 ribu. Padahal menurut Heri, harga jual ayam sekitar Rp 34 ribu-Rp 38 ribu.
"Di peternak saja jual 24.500 harusnya ayam Rp 34 ribu hingga Rp 38 ribu. Kini sudah capai 48 ribu hingga 50 ribu," tutur Heri.
Heri prediksi, produksi ayam kembali normal dapat pulihkan harga ayam pada awal Agustus 2018. "Paling tidak harga ayam sudah normal awal Agustus,” tegas dia.
Perlu Koordinasi
Hal senada dikatakan Sekjen Gopan Sugeng Wahyudi. Harga ayam di tingkat peternak, menurut Sugeng sudah turun dari 24 ribu menjadi 20 ribu per ekor ayam. "Paling tinggi itu 20 ribu per ekor. Memang kalau di pasar belum turun harganya,” ujar dia.
Sugeng menambahkan, tingginya harga ayam lantaran animo peternak berkurang karena biaya produksi mahal. "Biaya sarana produksi, pakan dan DOC meningkat ditambah penurunan produksi sehingga berpengaruh terhadap harga,” ujar dia.
Sugeng menilai, larangan pemakaian pakan ternak antibiotic growth promoters (AGP) mulai 1 Januari 2018 juga pengaruhi produksi. Ini lantaran terjadi kemunduran usia karena umur ayam 30 hari dengan berat 1,5-1-6 kg. “Tanpa AGP jadi mundur dua hari menjadi 32 hari untuk dapatkan bobot 1,5-1,6 kg. Jadi produksi agak turun,” kata Sugeng.
Akan tetapi, Ketua Umum Perhimpunan Unggas Lokal Indonesia Ade Zulkarnaen menuturkan, larangan AGP tidak pengaruh signifikan. Hal ini mengingat peternak sudah banyak melakukan subsidi pengganti untuk pemakaian AG. "Menurut peternak layer justru penyakit koksi yang terbesar pengaruhnya dalam menurunkan produksi," kata Ade.
Peternak menilai agar harga ayam kembali stabil dibutuhkan koordinasi dari seluruh pemangku kepentingan. “Perlu jalan terus koordinasi agar ketahui titik lemahnya di mana,” ujar Sugeng.
Sedangkan Ade menilai, Kementerian Perdagangan berperan untuk menjaga kestabilan daging ayam. Hal ini mengingat tingginya harga daging ayam sudah di hilir.
"Sebenarnya di tingkat peternak sudah beberapa hari lalu turun. Seharusnya yang punya peran terhadap distribusi dan harga adalah Kemendag karena masalahnya sekarang di hilir bukan di peternak,” kata dia.
Ia mengatakan, distribusi tersebut yang harus ditelusuri Kemendag dan Satgas Pangan untuk mengetahui masalah tingginya harga ayam.
Heri pun mengharapkan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan dapat memonitor pergerakan harga pakan di industri besar.
Kenaikan harga ayam dan telur pun menjadi perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Ketua KPPU Kurnia Toha menuturkan, KPPU sedang mendalami kedua komoditas ayam dan telur ini.
"Dalam waktu dekat KPPU akan dapat kesimpulan apakah terdapat indikasi melanggar Undang-Undang Persaingan Usaha atau tidak,” lewat pesan singkat yang diterima Liputan6.com.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement