Sukses

Pemerintah Godok Formula Baru Harga Batu Bara untuk Listrik

Pemerintah berencana mencabut kebijakan harga khusus batu bara untuk sektor kelistrikan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana mencabut kebijakan harga batu bara untuk sektor kelistrikan. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) pun mencari formula baru untuk mencari kebijakan penggantinya.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar meluruskan, rencana pemerintah mengubah kebijakan batu bara adalah pada harga batas atas ‎batu bara untuk sektor kelistrikan yang dipatok USD 70 per ton, bukan pada kuota alokasi batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).

"Nanti akan dibahas di ratas hari selasa. ‎Bukan DMO-nya yang dicabut, harga cap-nya itu," kata Arcandra, Senin (‎30/7/2018).

Menurut Arcandra, untuk formula pengganti harga batu bara khusus sektor kelistrikan belum ditetapkan, Kementerian ESDM telah ditugaskan untuk mencari formula baru, menggantikan harga batu bara yang ‎dipatok USD 70 per ton.‎

"Formulanya akan diserahkan ke Kementerian ESDM untuk menghitungnya. formula pengganti cap yang 70," tuturnya.

Arcandra mengungkapkan, sebab pemerintah berencana mengubah kebijakan harga batu bara khusus sektor kelistrikan, salah satunya karena kebijakan tersebut berpengaruh ke penerimaan negara.

Pencabutan kebijakan harga batu bara khusus sektor kelistrikan, akan dimatangkan dalam Rapat Tebatas (Ratas) pada pekan ini. "Ada pengaruhnya ke sana (pengaruh ke penerimaan negara). Nanti saja tunggu ratas," tandasnya.

2 dari 2 halaman

YLKI Tolak Pencabutan Harga Pasokan Batu Bara Domestik

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana pencabutan harga batu bara DMO (Domestic Market Obligation) atau disebut kewajiban pasok batu bara domestik yang diberikan pemerintah kepada PLN.

YLKI bahkan menilai rencana ini sebagai sebuah kemunduran. Diketahui, selama ini PLN mendapatkan fasilitas harga DMO batu bara sebesar USD 70 per metrik ton.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, jika rencana ini diwujudkan, maka yang diuntungkan hanyalah para pengusaha batu bara, sementara kepentingan masyarakat umum diabaikan.

"Bahwa rencana tersebut jika dilihat dari sisi kebijakan publik merupakan sebuah kemunduran. Jika wacana ini diterapkan maka artinya pemerintah lebih pro kepada kepentingan segelintir orang (pengusaha batubara) daripada kepentingan masyarakat luas yakni konsumen listrik," ungkapnya.

"Dengan wacana tersebut nantinya keuntungan eksportir batubara akan melambung tinggi," ujar dia.

Pencabutan DMO batu bara, kata dia akan memberatkan PLN. Menurut dia dampak paling akhir dari kebijakan ini adalah harga listrik yang dinikmati masyarakat bisa saja mengalami kenaikan.

"Kepentingan nasional tidak bisa direduksi dan tidak boleh tunduk demi kerakusan kepentingan pasar. YLKI mendesak agar Menko Maritim membatalkan wacana tersebut, demi kepentingan yang lebih besar dan lebih luas, yakni masyarakat/konsumen listrik di Indonesia. Jangan sampai formulasi ini endingnya memberatkan (membuat bleeding) finansial PT PLN, dan kemudian berdampak buruk pada pelayanan dan keandalan PT PLN kepada konsumen listrik," tegas dia.

"Wacana tersebut pada akhirnya akan menjadi skenario secara sistematis untuk menaikkan tarif listrik pada konsumen. Oleh karena itu wacana Menko Maritim untuk mencabut DMO batu bara harus ditolak," tandas Tulus.