Sukses

Angka Kemiskinan Turun, Kualitas Hidup Orang RI Naik?

Penurunan angka kemiskinan jadi satu digit tersebut bertolak belakang dengan angka stunting atau kurang gizi.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati sepakat dengan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa angka kemiskinan di Indonesia berhasil turun satu digit di bawah 10 persen.

Namun ia menganggap, data tersebut belum selaras dengan standar kualitas hidup di lapangan yang justru kian memburuk.

"Sekarang untuk menghitung itu adalah dari tingkat perbaikan quality of life. Artinya garis kemiskinan kan terbesar hanya untuk makanan, 76 persen kan. Artinya penduduk miskin itu mengkonsumsi non-makanan dari penghasilan kecil sekali. Bagaimana mereka bisa perbaiki tingkat kualitas gizi dan sebagainya," urai dia di Jakarta, Selasa (31/7/2018).

Seperti diketahui, BPS beberapa waktu lalu mengeluarkan laporan yang menyatakan angka kemiskinan negara adalah 9,82 persen, atau yang terrendah sepanjang sejarah.

Enny menambahkan, penurunan angka kemiskinan jadi satu digit tersebut bertolak belakang dengan angka stunting atau kurang gizi untuk anak Indonesia yang 1 banding 3.

"Itu kan membuktikan bahwa quality of life kita justru turun," tegasnya.

Dia pun berkesimpulan, data kemiskinan 1 digit tersebut belum dapat mencerminkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Ditambahkannya, daya beli masyarakat kini belum meningkat, sebab pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih stuck di angka 4,95.

"Jadi selama angka kemiskinan turun, tapi produktivitas nasional dan daya beli masyarakat (belum membaik), berarti gagal," tukas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Angka Kemiskinan Ditargetkan Turun Jadi 9,3 Persen di 2019

Kementerian Sosial (Kemensos) menargetkan angka kemiskinan pada Maret 2019 turun menjadi 9,3 persen. Saat ini, angka kemiskinan berada di level 9,82 persen.

‎"Pada Maret 2019, pemerintah berharap, prosentase angka kemiskinan di Indonesia kembali menurun signifikan menjadi 9,3 persen," ujar ‎Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta, Senin (30/7/2018). 

‎Agar program pengentasan kemiskinan berjalan efektif, Kemensos telah menggelar sejumlah upaya. Salah satunya kegiatan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau Family Development Session (FDS) yang berlangsung paling sedikit seminggu sekali secara efektif.

Tujuannya, kata Harry, untuk memastikan bantuan sosial (bansos) yang diterima itu dimanfaatkan untuk pemenuhan gizi keluarga, biaya kebutuhan pendidikan anak-anak dan tambahan modal usaha ekonomi produktif.

“Indeks bansos PKH (program keluarga harapan) 1,89 juta per tahun tidak besar hanya menambah 8 persen dari pengeluaran konsumsi per kapita. Idealnya antara 25 sampai dengan 40 persen," kata dia.

Indikator keberhasilan dari bansos ini, tampak dari perubahan sikap dan perilaku keluarga penerima manfaat (KPM) PKH yang akan mengarah pada kemandirian dan adanya peningkatan produktivitas secara ekonomi.

“Kini ada PKH sebanyak 10 juta KPM, dengan pendamping sebanyak 40.225 orang. Sehingga, dapat dipastikan itu mendorong keluarga penerima manfaat PKH menjadi sejahtera sehingga keluar dari perangkap kemiskinan,” ungkap dia.

Menurut dia, pada 2017 ada 320 ribu KPM y‎ang telah naik kelas menjadi sejahtera mandiri. “Lebih dari 80 persen penerima PKH sekarang telah menjadi pelaku usaha ekonomi produktif, sehingga dapat mengurangi kesenjangan antarkelompok pendapatan,” tandas dia.