Liputan6.com, Jakarta - Satu lagi aset bangsa kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Setelah PT Freeport Indonesia jatuh ke tangan PT Inalum (Persero), blok minyak dan gas (Migas) Rokan jatuh ke tangan PT Pertamina (Persero) dari genggaman PT Chevron Pacific Indonesia.
Pada Selasa, 31 Juli 2018, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengumumkan bahwa pemerintah menunjuk Pertamina untuk mengelola Blok Rokan.
Proposal yang diajukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor migas tersebut mengungguli proposal yang diajukan Chevron Pacific Indonesia. Pertamina akan menjadi operator Blok Rokan dari 2021 sampai 2041.
Advertisement
Untuk diketahui, saat ini Blok Rokan dikelola Chevron Pacific Indonesia. Kontrak perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut habis pada 2021 nanti. Chevron telah mengeruk minyak dari Blok Rokan sejak 1971 atau sekitar 47 tahun.
Baca Juga
"Setelah melihat proposal, maka pemerintah lewat Menteri ESDM menetapkan pengelola Blok Rokan mulai 2021 selama 20 tahun ke depan akan diberikan kepada Pertamina," kata Arcandra.
Blok Rokan merupakan produsen minyak terbesar di Indonesia dengan cadangan 500 juta sampai 1,5 miliar barel setara minyak.
Berdasarkan catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) produksi minyak siap jual Rokan selama semester I 2018 sebesar 771 ribu barel per hari, porsi produksi Rokan mencapai mencapai 207.148 barel.
Arcandra melanjutkan, pemerintah memilih Pertamina bukan berdasarkan emosi. Namun, Pertamina dalam proposalnya menjanjikan beberapa hal yang menguntungkan negara. Dengan mekanisme bagi hasil migas gross split, negara akan mendapat porsi 48 persen.
"Sebanyak 48 persen ke pemerintah, split variabel banyak sekali lapangannya setiap lapangan beda-beda. Ada 104 lapangan," tutur dia.
Arcandra melanjutkan, setelah memenangi Blok Rokan, negara juga mendapatkan bonus tanda tangan USD 784 juta atau sekitar Rp 11,3 triliun.
Sementara potensi pendapatan negara dari kegiatan produksi selama 20 tahun sejak 2021 sebesar USD 57 miliar atau Rp 825 triliun dan komitmen kerja pasti USD 500 juta atau Rp 7,2 triliun.
"Tim bekerja mengevaluasi, akhirnya berkesimpulan tiga hal yang membandingkan signature bonus, komitmen investasi dan pendapatan negara keempat adalah diskresi karena menggunakan gross split. Pertamina meminta diskresi 8 persen, pemerintah sepakat dengan Pertamina," ujar Arcandra.
Staf Khusus Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Hadi Djuraid, mengatakan Pertamina menjanjikan bonus tanda tangan atas pengelolaan Blok Rokan sebesar USD 784 juta atau Rp 11,3 triliun.
Dengan begitu, pemerintah akan mendapatkan dana segar sebesar Rp 11,3 triliun dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Ini bisa jadi PNBP terbesar selama ini dalam satu kali transaksi," kata Hadi, dikutip dari kicauan akun Twitter @HadiMDjuraid, di Jakarta, Rabu (1/8/2018).
Bonus tanda tangan adalah dana yang harus dibayarkan kontraktor ke pemerintah, sebelum kontrak ditandatangani. Ini untuk menunjukkan keseriusan sekaligus kesiapan kontraktor.
Rokan adalah blok onshore terbesar Indonesia. Rata-rata produksi 207,148 barel per hari, dengan cadangan hingga 1,5 miliar barel.
Tantangan pasca-alih kelola adalah menjaga tingkat produksi agar kontribusi Blok Rokan sebesar 26 persen dari total produksi migas nasional tetap terjaga, bahkan ditingkatkan.
Dengan mengelola Blok Rokan, kontribusi Pertamina terhadap produksi migas nasional akan melonjak hingga 60 persen. Pada 2018, kontribusi Pertamina baru 36 persen dan 39 persen dalam porsi produsen minyak nasional pada 2019.
"Kita yakin Pertamina mampu menjawab tantangan itu. Wajar jika banyak kontraktor migas besar tertarik untuk mengelolanya," ujar dia.
Harus Dikuasai Negara
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRRES) Marwan Batubara mengatakan, Pertamina memang berhak menerima Blok Rokan bahkan tanpa mengajukan proposal. Oleh sebab itu, dia menilai penunjukan Pertamina mengelola Rokan merupakan hal yang biasa.
"Itukan sebetulnya mengembalikan ke tangan yang berhak bukan hal istimewa. Proses proposal itu menyalahi konstitusi," kata Marwan, saat berbincang dengan Liputan6.com.
Menurut Marwan, dalam pengelolaan Rokan ke depan, Pertamina perlu mencari mitra. Hal ini untuk mengurangi risiko investasi dan menggenjot pencarian minyak di Rokan.
"Pertamina cari partner dengan tender siapa menawarkan lebih baik dan harus bayar di muka, kan, sahamnya dibagi. Uangnya untuk investasi lagi," tutur Marwan.
Marwan menegaskan, Pertamina menggandeng mitra untuk mengelola Rokan, bukan karena tidak mampu menggarap ladang yang menghasilkan minyak terbesar di Indonesia tersebut. Saat ini pekerja lokal sudah mampu menggarapnya.
"Ya, mampu saja orang di darat itu, sudah banyak orang kita yang kerja. Tapi oke kalau cari mitra untuk eksplorasi," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika menyatakan, BUMN atau perusahaan nasional lain juga harus diberikan kesempatan yang sama seperti Pertamina untuk menguasai lahan minyak yang berada di Tanah Air.
"Saya melihat dasarnya harus sama di semua daerah. Dilihat dari peraturan perundang-undangan, pemerintah memprioritaskan pengelolaan kekayaan negara kepada badan usaha nasional," tegas dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
"Jangan sampai (ladang minyak) di Kalimantan, Papua, Sulawesi, dan lain-lain berbeda. Semua harus sama," dia menambahkan.
Adapun aturan hukum yang Kardaya maksud itu selaras dengan bunyi Pasal 33 Ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Di sana tertulis, "cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara".
Selain itu, ada juga putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tentang lima aspek penguasaan negara, yang menekankan pengelolaan wilayah kerja harus berada di tangan pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara.
Lebih lanjut, Kardaya mengatakan, negara wajib mempertimbangkan matang-matang seputar pengalihan tanggung jawab pengelolaan Blok Rokan yang memiliki dua lapangan minyak raksasa, yakni Minas dan Duri.
"Keuntungan bagi negara harus dilihat dulu. Harus dipertimbangkan ada berapa banyak cadangan minyak di sana. Pemerintah ke depan juga harus bisa menjadikan perusahaan nasional berkembang," urainya.
Advertisement
Gandeng Mitra
Pelaksana tugas Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, keputusan yang disampaikan pemerintah melalui Kementerian ESDM pada Selasa, 31 Juli 2018 ini, menjadi tonggak sejarah penguatan kedaulatan energi negeri, sesuai dengan Nawacita yang diusung Pemerintahan Joko Widodo.
Dengan mengelola Blok Rokan, produksi hulu Pertamina akan meningkat. Ini akan mengurangi impor minyak, sehingga bisa menghemat devisa sekitar USD 4 miliar per tahun, serta menurunkan biaya produksi hilir secara jangka panjang.
"Kami yakin mampu bersaing dengan kontrator kontrak kerja sama lainnya. Dan sesuai proposal yang telah kami sampaikan kepada pemerintah,” jelasnya.
Nicke menambahkan karakteristik minyak di Blok Rokan, sesuai dengan konfigurasi kilang nasional, di mana akan diolah di dalam negeri, yakni di kilang Balongan, Dumai, Plaju dan Balikpapan serta lainnya.
Guna mempertahankan produksi, Pertamina dalam proposal juga menyampaikan akan memanfaatkan teknologi Enhance Oil Recovery (EOR) yang juga telah diterapkan di lapangan-lapangan migas Pertamina, seperti di Rantau, Jirak, Tanjung yang dikelola Pertamina EP, termasuk penerapan steamflood yang juga sudah dilakukan dan berhasil di lapangan PHE Siak.
Nicke mengatakan pihaknya tengah menjajaki kemungkinan kerja sama dengan pihak lain. "Kita terbuka dengan partnership," ungkapnya.
Nicke menyebutkan partner kerja tentunya dibutuhkan dalam upaya mitigasi risiko, baik penggunaan teknologi maupun pendanaan. Dia menegaskan partner yang dicari Pertamina tentu yang sudah teruji kualitasnya dalam pengelolaan blok migas.
"Ini untuk mitigasi risiko. EOR di sumur-sumur Pertamina ini untuk cari partner untuk teknologi risk (risiko). Kita akan pelajari sampi akhir 2020. Apakah mitigasi ini harus kita lalukan sendiri atau sharing dengan partner yang proven," ucap dia.
"Kedua, mitigasi untuk pendanaan. Kita lihat ada banyak yang tertarik. Kita terbuka," imbuh Nicke.
Dia pun menegaskan, pasca-pengalihan operator pengelola Blok Rokan, pihaknya akan tetap menggunakan SDA yang saat ini sudah tersedia di Blok Rokan.
Arcandra mengatakan, pemerintah memberikan kewenangan ke Pertamina untuk mencari mitra mengelola blok migas yang menjadi tulang punggung produksi minyak nasional tersebut.
Selain itu, Pertamina juga memiliki kewajiban untuk membagi hak kelola sebesar 10 persen dengan badan usaha milik daerah (BUMD).
"Nanti diserahkan Pertamina. Pemerintah menyerahkan 100 persen kepada Pertamina, kemudian di situ ada hak BUMD 10 persen, sisanya itu adalah aksi korporasi Pertamina," tuturnya.
Menurut Arcandra, ketetapan Pertamina dalam memilih mitra akan dicantumkan dalam syarat dan ketentuan (Term and Condition/TnC), kontrak yang akan ditandatangani Pertamina dengan pemerintah.