Sukses

Pengamat Usul Benahi Industri Tambang buat Perbaiki Defisit

Rencana pemerintah untuk mencabut aturan harga kewajiban penjualan batu bara dalam negeri mendapatkan tentangan.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah untuk mencabut aturan harga kewajiban penjualan batu bara dalam negeri atau DMO Domestic Market Obligation (DMO) mendapatkan tentangan dari berbagai kalangan.

Tujuan utama dari kebijakan ini yaitu untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan. Dengan pencabutan ini, pemerintah akan mendapatkan tambahan penerimaan negara sebesar USD 3,68 miliar.

Peneliti Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Rizky Ananda Wulan Sapta Rini menyambut baik apabila rencana pencabutan tersebut dapat mendorong pemasukan bagi khas negara. Namun, perhitungan tersebut dinilai tidak masuk akal, sebab apabila merujuk data Bank Indonesia menunjukkan defisit neraca pembayaran selama 2018 sebesar USD 25 milliar.

"Angka USD 3,68 miliar masih sangat kecil. Kalau pemerintah ingin menaikkan penerimaan negara dari batubara, bukan dengan jalan memberi izin baru atau membuka pintu ekspor. Tata kelola industri batubara, termasuk sistem penerimaan negaranya yang harus diperbaiki," ujar dia dalam diskusi media Tarik Ulur Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) Batubara, di Cikini, Jakarta Pusat , Rabu (1/8).

Rizky mengatakan, seharusnya pemerintah fokus melakukan pembenahan terhadap tata kelola industri batu bara. Berdasarkan Data Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) pada 2016 kata dia, ribuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batubara (Minerba) yang tercatat di Kementerian ESDM, hanya 1.654 IUP yang melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Dari 100 persen penerimaan PNBP (1.654 IUP), ternyata 94 persen di antaranya disumbang hanya oleh 112 perusahaan saja. Bagaimana bisa? Ribuan IUP Minerba yang ada di Indonesia ternyata hanya menyumbang PNBP tak lebih dari 6 persen saja dari total PNBP Minerba," ujar dia.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, dalam kebijakan tersebut seharusnya pemerintah terlebih dahulu menyamakan presepsi. "Satu hal yang pasti kita harus sama dulu. Bahwa negara kita dalam kondisi defisit neraca transaksi kita harus samakan dulu," kata Hendra.

"Ini tantangannya agak berat sehingga skema pencabutan khusus kemarin adalah salah satu upaya dibuat pemerintah agar ekspor bisa memanfaatkan untuk memperkuat transaksi berjalan," tambah dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Masih Ada Kemungkinan Kewajiban DMO Batu Bara Dicabut

Sebelumnya, Peneliti Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Rizky Ananda Wulan Sapta Rini menyebut bahwa rencana Pemerintah Jokowi-JK untuk membatalkan rencana pencabutan peraturan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) batu bara hanya untuk meredam kegaduhan publik. Dia menilai, pembatalan pencabutan tersebut akibat adanya tekanan dari berbagai pihak.

Dengan demikian, masih ada upaya dari para pihak untuk kembali menggulirkan isu pencabutan kebijakan DMO ini. "Ada kemungkinan peluang pencabutan akan dilakukan kembali," ujarnya dalam diskusi media Tarik Ulur Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) Batu bara, di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu 1 Agustus 2018.

Dia pun mendesak pemerintah untuk tetap konsisten dengan kebijakan kewajiban DMO batu bara sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (UU Minerba).

"Kewajiban DMO ini bukan semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan pasokan batu bara bagi PLN atau pun menyelamatkan keuangan PLN. Tetapi lebih dari itu, kewajiban DMO batu bara sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan produksi batu bara yang selama puluhan tahun dieksploitasi tanpa batas," bebernya.

Rizky mengungkapkan, penghapusan harga khsusus DMO batu bara ini sebetulnya akan menambah beban PLN setidaknya USD 4,2 miliar atau setara dengan Rp 58 triliun. Di mana beban ini ditimbulkan dari selisih harga khusus DMO (70 USD) dan harga batu bara acuan Juli (USD 104,65).

"Sementara iuran ekspor yang dikumpulkan hanya USD 1,39 miliar atau Rp 19,47 triliun dengan tarif maksimal sebesar USD 2-3 dan penambahan 100 juta ton yang diwacanakan oleh Menko Maritim, PLN juga akan tetap terbebani sebesar USD 28 miliar atau Rp 39 triliun," jelasnya.

Kepala Seksi Pengawasan Usaha Oprasi Produksi Batu Bara Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Hersanto Suryo Raharjo pun mengaku pihaknya terus melakukan komunikasi baik dari pengusaha maupun juga PLN. Hal itu dilakukan agar tekebutuhan pasokan PLN tetap terjaga.

"Kami meminta kepada seluruh produsen batu bara koordinasi dengan PLN melihat apasih kendalanya PLN sejauh ini, apa kendala pasokannya? Tetapi tidak masalah harga USD 70 dolar tetap dijalankan. Kita tetap melakukan pengawasan kita minta kondisi PLN terkait dengan pasokan batu bara," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â