Sukses

Pemerintah Pastikan Lunasi Utang Subsidi Rp 20 Triliun ke Pertamina

Sampai dengan semester I 2018, pemerintah telah melakukan pembayaran kurang bayar subsidi energi sebesar Rp 17,6 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dipastikan bakal membayarkan utang subsidi bahan bakar minyak (BBM) kepada Pertamina sebesar Rp 20 triliun. Nilai tersebut diperoleh setelah proses audit selesai dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait besaran utang pemerintah kepada Perusahaan minyak pelat merah itu.

"Piutang terbesar (dari) subsidi sebagian besar sudah kita lakukan. Settlement Rp 20 triliun akan segera dibayarkan ke Pertamina," ungkap Plt Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, di Jakarta, Rabu (1/8/2018).

Staf Ahli Menteri Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu Suminto mengatakan sampai dengan semester I 2018, pemerintah telah melakukan pembayaran kurang bayar subsidi energi sebesar Rp 17,6 triliun.

"Dengan rincian kurang bayar subsidi BBM sebesar Rp 6,5 triliun, kurang bayar subsidi LPG tabung 3 Kg sebesar Rp 5,8 triliun, dan kurang bayar subsidi listrik sebesar Rp 5,3 triliun," jelas dia.

Dengan demikian, realisasi subsidi energi tahun berjalan sampai dengan semester I tahun 2018 mencapai Rp 41,9 triliun atau 44,3 persen dari pagu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.

Reporter:Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Keuntungan Pertamina Bakal Merosot pada 2018

PT Pertamina (Persero) diperkirakan sedikit tertekan dalam laporan keuangan kinerjanya pada 2018. Mengapa demikian? 

Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia/EconAct, Ronny P Sasmita mengatakan, ada dua hal yang menjadikan keuntungan Pertamina tergerus pada 2018.

"Laba diperkirakan akan cenderung turun, lantaran Pertamina harus menanggung potential loss dalam jumlah besar," kata Ronny kepada Liputan6.com, Minggu (29/7/2018).

Ia menuturkan, membengkaknya potential loss disebabkan Pertamina tidak dapat menaikkan harga jual Premium dan solar di tengah meroketnya harga minyak dunia, yang mencapai USD 74,1 per barel. 

Dalam waktu hampir bersamaan, kurs rupiah juga cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang berpotensi membengkakkan biaya operasional, terutama biaya pengadaan bahan bakar minyak.

"Potential loss tersebut menyiratkan peluang untuk menurunkan perolehan laba tahun 2018, tapi diperkirakan tidak sampai menyebabkan Pertamina mengalami kerugian usaha," ujar dia.

Oleh karena itu, Ronny menuturkan, Pertamina masih akan menanggung potential loss dalam jangka panjang yang berpotensi menggerus keuntungan Pertamina. 

"Namun ketika kerugian berlangsung secara berturut-turut dalam jangka panjang, tentu tidak mustahil Pertamina akan terancam bangkrut," ujar dia. (Yas)

Sebelumnya, bila melihat laporan keuangan Pertamina yang dikutip dari laman Pertamina, perseroan mencatatkan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 19,28 persen menjadi USD 2,54 miliar pada 2017 dari periode sama tahun sebelumnya USD 3,14 miliar.

Sementara itu, penjualan dan pendapatan usaha lainnya naik 17,73 persen menjadi USD 42,95 miliar pada 2017 dari periode 2016  USD 36,48 miliar.

Beban pokok penjualan perseroan meningkat 28,81 persen menjadi USD 31,11 miliar pada 2017 dari periode sama tahun sebelumnya USD 24,15 miliar. Beban produksi hulu dan lifting meningkat menjadi USD 3,32 miliar pada 2017 dari periode sama tahun sebelumnya USD 2,97 miliar.

Total liabilitas Pertamina naik menjadi USD 27,38 miliar pada 2017 dari periode 2016 sebesar USD 25,15 miliar.Ekuitas perseroan naik menjadi USD 23,82 miliar pada 31 Desember 2017.

Â