Liputan6.com, Washington D.C. - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menimbang bakal menggandakan sanksi yang diberikan ke China. Kubu Trump menyebut hal ini karena tingkah laku China sendiri.
Dilansir USA Today, setelah sebelumnya memberi sanksi tarif sebesar 10 persen pada barang-barang China yang bernilai total USD 200 miliar, sekarang Trump meminta Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer untuk menambah sanksi menjadi 25 persen.
Advertisement
Baca Juga
"Kami sudah memberi kejelasan mengenai perubahan-perubahan yang China harus tahu. Dengan menyesal, ketimbang mengubah kelakuannya yang merugikan, China malah melakukan retaliasi pada pekerja, petani, peternak, dan pebisnis AS," kata Lighthizer dalam pernyataannya.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menyebut pihak China tidak akan tunduk. Secara singkat, ia menyebut sanksi AS sebagai "pemerasan."
AS dan China memang masih saling lempar bola terkait perang dagang. Praktik dagang China yang merugikan kekayaan intelektual AS dijadikan salah satu alasan Trump untuk menerapkan tarif. Tambahan sanksi ini menggemakan peringatan yang sebelumnya disampaikan Kepala Dewan Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow.Â
"Saya pikir Presiden Xi saat ini tak punya niat untuk menindaklanjuti diskusi yang kita lakukan dan saya pikir Presiden tidak puas dengan China soal omongan-omongan itu, sehingga Beliau terus memberi tekanan, dan saya mendukung itu," ucap Kudlow.
Saat ini, ekonomi AS memang sedang meroket dengan pertumbuhan sebesar 4,1 persen di semester awal 2018 dan tingkat pengangguran sempat turun sampai 3,8 persen pada Mei lalu. Akan tetapi, tarif yang diberlakukan China melukai petani kedelai di daerah Midwest (Barat Tengah) dan daerah itu merupakan bagian penting dalam pemilu midterm AS pada November mendatang.
Batal Perang Dagang, Donald Trump dan Presiden Uni Eropa Berpelukan
Perang dagang antara China dan AS masih di tahap awal, tetapi perang dagang antara AS dan Uni Eropa berakhir damai.Â
Ketika mengunjungi Eropa pada awal Juli lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat geger karena menyebut Uni Eropa (UE) sebagai musuh dalam perdagangan. Sekarang, Trump sudah rujuk dengan Uni Eropa dan berjuang menuju perdagangan bebas ketimbang perang dagang.
Trump bertemu dengan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker di Gedung Putih pada Rabu, 25 Juli 2018 waktu setempat. Dalam pertemuan mereka, kedua pihak sepakat untuk menyegarkan hubungan antar kedua belah pihak dengan cara berjuang menghilangkan tarif.
"Hari ini, Amerika Serikat dan Uni Eropa memiliki hubungan dagang bilateral sebesar USD 1 triliun, yang terbesar di seluruh dunia. Kami ingin memperkuat lebih jauh hubungan dagang ini untuk menguntungkan semua warga Amerika dan Eropa," ujar Trump seperti dikutip dari situs resmi White House.
Trump menjelaskan, ia dan Juncker setuju untuk mengupayakan hal seperti tarif nol dan menghilangkan hambatan nontarif demi membuat perdagangan makin adil dan resiprokal. "Ini akan membuka pasar untuk peternak dan pekerja, menambah investasi, dan membawa kemakmuran lebih besar di Amerika Serikat dan Uni Eropa," ujar Trump.
Juncker dalam pernyataannya mengucapkan hal senada. Ia sepakat untuk memperkuat kerja sama kedua belah pihak dalam menghilangkan tarif. Beberapa hal yang Juncker soroti adalah sektor energi dan agrikultur.
"Kami telah mengidentifikasi sejumlah area untuk dikerjakan bersama. Bekerja menuju tarif nol di barang-barang industri. Dan itulah niat utama saya, untuk mengajukan penurunan menuju tarif nol di barang-barang industri," kata Juncker.
Ia pun menyebut UE akan membangun lebih banyak terminal untuk mengimpor gas alam cair dari AS serta bisa mengimpor lebih banyak kacang kedelai dari AS. Hal ini tentunya kabar baik bagi Trump, sebab kacang kedelai AS sudah dicekal China akibat perang dagang.Â
Advertisement