Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, cara mudah menekan defisit transaksi berjalan dengan menaikkan ekspor dan mengurangi impor. Hal ini dalam rangka menyikapi potensi terjadinya defisit transaksi berjalan yang diakibatkan pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu belakangan.
"Defisit neraca berjalan teori mudahnya gampang. Menaikkan ekspor mengurangi impor, tapi ini perlu upaya," ujar Wapres JK di Hotel Arya Duta, Jakarta, Kamis (2/8/2018).
Pemerintah, menurut Wapres JK, telah mengambil keputusan untuk meningkatkan ekspor kelapa sawit. Ekspor kelapa sawit ini memang tidak mudah karena menghadapi pembatasan dari Eropa.
Advertisement
Baca Juga
"Dalam keadaan begini kita misalnya ingin meningkatkan ekspor sawit tapi di Eropa ada pembatasan maka terpaksa kita ancam juga Eropa. Kita berhenti beli Airbus begitu kita ancam langsung seluruh duta besarnya datang untuk mengklarifikasi. Akhirnya sawit itu ditundalah pelaksanaannya (pembatasan)," jelasnya.
Wapres JK melanjutkan, selain menggenjot ekspor, pemerintah juga berusaha mengurangi impor barang mewah atau luxuries serta mengurangi pembangunan proyek infrastruktur yang memiliki ketergantungan besar terhadap impor.
"Kita sekarang berusaha misalnya mengurangi luxuries, proyek infratstruktur itu komponennya jangan diimpor semua. Yang banyak itu listrik itu banyak komponen impornya hampir seluruhnya. Ini akan diklasifikasikan untuk mengurangi impornya," jelasnya.
"Saya malah mengusulkan sudah kita hentikan impor mobil yang di atas 3000 cc. Tak usah impor Ferrari, tak usah impor Lamborghini, contohnya macam-macam. Itu supaya mengurangi faktor-faktor impor tadi," ia menambahkan.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bawa Pulang Devisa Hasil Ekspor
Untuk mendorong penambahan devisa, pemerintah juga akan menggandeng pengusaha agar membawa seluruh devisa ekspornya ke dalam negeri. Di mana data Kementerian Koordinator bidang Perekonomian menunjukkan masih 80 persen devisa ekspor yang di bawa kembali ke Indonesia.
"Menurut Menko Perekonomian, dari ekspor kita hanya 80 persen yang devisanya masuk ke Indonesia dan tidak lama keluar lagi. Jadi mungkin diperlukan suatu sikap yang jelas, bahwa semua ekspor itu harus masuk devisanya," tandasnya.Â
Advertisement