Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyebutkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) cukup tinggi pada 2018. Namun, angka defisit diperkirakan dalam batas aman.
"Kami tegaskan tentang defisit transaksi berjalan memang lebih tinggi tahun ini. Kami sampaikan USD 25 miliar (prediksi), tapi itu masih dalam batas aman terkendali, di bawah 3 persen terhadap PDB," kata Perry di Mesjid BI, Jakarta, Jumat (3/8/2018).
Perry menyatakan, pemerintah bersama BI tidak akan berpangku tangan begitu saja. BI akan terus berkoordinasi untuk meningkatkan devisa supaya CAD tetap terkendali.
Advertisement
Baca Juga
"Pernyataaan bu Sri Mulyani untuk mendorong ekspor tidak hanya memasukkan devisa ke Indonesia, tapi juga mengkonversi ke Rupiah," ujar dia.
Saat ini, lanjutnya kurang lebih sudah sekitar 80-81 persen dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang sudah masuk ke perbankan Indonesia. Tapi baru sekitar 15-16 persen yang dikonversikan ke Rupiah.
Perry menjelaskan, untuk mendorong para eksportir mengkonversi DHE ke Rupiah akan diberi kemudahan dari sisi fiskal oleh Kemenkeu. Sementara itu, BI akan memberikan kemudahan biaya swap.
"Tentu saja dalam konteks ini, dari kemenkeu ada bagi eksportir yang memasukkan devisa ke Indonesia tentu saja kan pajak mengenai simpanannya lebih rendah, apalagi yang dikonversikan pajaknya lebih rendah dari kami. Tentu saja kami akan terus berupaya supaya swap maupun forward terus murah," kata dia.
Mengkonversi DHE ke rupiah juga akan memberi keuntungan bagi eksportir yaitu berupa kemudahan jika suatu saat mereka kembali membutuhkan dolar Amerika Serikat.
"Jika para eksportir bisa mengkonversi rupiah dari spot, dan bisa juga kalau memang mereka masih ingin pegang dolar AS. Akan tetapi butuh rupiah melalui swap demikian juga untuk para importir yang butuh dolar, tidak harus ke spot tapi bisa ke forward,” ujar dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
JK: Tekan Defisit Transaksi Berjalan, Impor Mobil Mewah Harus Dikurangi
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, cara mudah menekan defisit transaksi berjalan dengan menaikkan ekspor dan mengurangi impor. Hal ini dalam rangka menyikapi potensi terjadinya defisit transaksi berjalan yang diakibatkan pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu belakangan.
"Defisit neraca berjalan teori mudahnya gampang. Menaikkan ekspor mengurangi impor, tapi ini perlu upaya," ujar Wapres JK di Hotel Arya Duta, Jakarta, Kamis 2 Agustus 2018.
Pemerintah, menurut Wapres JK, telah mengambil keputusan untuk meningkatkan ekspor kelapa sawit. Ekspor kelapa sawit ini memang tidak mudah karena menghadapi pembatasan dari Eropa.
"Dalam keadaan begini kita misalnya ingin meningkatkan ekspor sawit tapi di Eropa ada pembatasan maka terpaksa kita ancam juga Eropa. Kita berhenti beli Airbus begitu kita ancam langsung seluruh duta besarnya datang untuk mengklarifikasi. Akhirnya sawit itu ditundalah pelaksanaannya (pembatasan)," jelasnya.
Wapres JK melanjutkan, selain menggenjot ekspor, pemerintah juga berusaha mengurangi impor barang mewah atau luxuries serta mengurangi pembangunan proyek infrastruktur yang memiliki ketergantungan besar terhadap impor.
"Kita sekarang berusaha misalnya mengurangi luxuries, proyek infratstruktur itu komponennya jangan diimpor semua. Yang banyak itu listrik itu banyak komponen impornya hampir seluruhnya. Ini akan diklasifikasikan untuk mengurangi impornya," jelasnya.
"Saya malah mengusulkan sudah kita hentikan impor mobil yang di atas 3000 cc. Tak usah impor Ferrari, tak usah impor Lamborghini, contohnya macam-macam. Itu supaya mengurangi faktor-faktor impor tadi," ia menambahkan.
Advertisement