Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha makanan dan minuman (mamin) akan menaikkan harga jual produknya sekitar 5 persen. Hal ini didorong oleh sejumlah faktor seperti nilai tukar rupiah dan kenaikan biaya logistik.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, saat ini beban biaya produksi yang harus ditanggung pengusaha semakin besar.
Selain karena nilai tukar, langkah penertiban terhadap truk pengangkut bahan pangan dan produk mamin juga mendorong peningkatan biaya logistik.‎
Advertisement
Baca Juga
"Pada saat sekarang kita sulit menaikkan harga jual. Ya otomatis membebani perusahaan lagi, mengurangi margin lagi, makin lama makin tidak sehat karena kita juga kena biaya kenaikan bahan baku karena impor karena nilai tukar. Sekarang kena lagi di logistik," ujar dia di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (5/8/2018).
Dengan kondisi seperti ini, seharusnya harga produk mamin sudah naik antara 3 persen-5 persen. Namun, masing-masing pengusaha masih mempertimbangkan dampak dari kenaikan harga tersebut terhadap penjualan produknya.
"Saya rasa (harusnya) sudah naik 3 persen-5 persen. (Penjualan) Justru itu, penjualan akan berpengaruh. Karena terus terang dalam penjualan mamin untuk pangan olahan setelah Lebaran sedikit lambat. Memang sikusnya. (Dengan naik 5 persen) Bisa (mengembalikan) margin tetapi kan kita khawatir penjualan turun. Itu yang menjadi pertimbangan," jelas dia.
Adhi menyatakan, saat ini pengusaha tengah menghitung untung rugi jika menaikkan harga jual produknya. Jika keuntungannya terus tergerus, maka mau tidak mau harga jualnya akan dinaikkan.
"Itu masing-masing perusahaan. Kalau lihat kondisi sudah tidak memungkinkan untuk menahan margin, ya mau tidak mau, dari pada rugi, ya harus naik. Tapi itu jalan terakhir," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tilang Truk Kelebihan Muatan Baru Berlaku di 3 Jembatan Timbang
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tekankan, pemberlakuan aturan tilang bagi kendaraan over dimension oderload (ODOL) atau kendaraan lebihi muatan baru diterapkan di tiga titik jembatan timbang.
Pemberlakuan tersebut dilakukan di UPPKB Losarang di Indramayu, UPPKB Balonggandu di Karawang, dan UPPKB Widang di Tuban.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi menegaskan, penerapan tilang yang mulai diberlakukan sejak 1 Agustus 2018 ini baru diujicobakan di tiga jembatan tersebut.
"Saya mau katakan, tidak langsung semua kendaraan yang over dimension overload ini 100 persen diturunkan. Yang saya turunkan sementara hanya di tiga jembatan timbang yang sudah siap. Itu sebagai uji coba atau trial and error," tutur dia pada Jumat 3 Agustus 2018.Â
BACA JUGA
Imbauan itu ia keluarkan, sebab dirinya resah akan informasi palsu atau hoax yang saat ini ramai beredar di media sosial. Yakni terkait pemberhentian kendaraan berat di sudut-sudut jalan tol hingga di pelabuhan.
"Jadi kalau hari ini dan nanti ada di media sosial yang berpendapat Kementerian Perhubungan melarang angkutan berat selain di tiga jembatan timbang, saya mau bilang. Di jalan tol dan dermaga belum ada," ucap dia.
Adapun untuk 11 jembatan timbang lain yang sudah dihidupkan, ia melanjutkan, aturan ODOL belum diterapkan dan masih memberikan kompensasi waktu satu bulan.
Saat ini, ia menambahkan, Kemenhub baru memberikan peringatan agar angkutan besar yang melewati 11 jembatan tersebut ke depan tidak lagi berlebihan muatan.
"Dari 11 jembatan timbang yang sudah kita hidupkan akan kita berikan sign dengan tanda khusus, dan itu diikuti lagi dengan surat teguran. Setelah penandaan itu kita beri kesempatan, dan waktunya satu bulan," tutur dia.
"Minimal, dengan adanya ini ibaratnya supaya mencambuk dan memukul mereka. Yang saya harapkan, timbulnya kesadaran, apa yang kita kerjakan adalah demi semuanya," Budi menambahkan.
Advertisement