Sukses

RI Cari Cara Hindari Sanksi USD 350 Juta dari AS

Dalam masalah pembatasan impor ini AS berada dalam posisi yang menguntungkan sebab merupakan negara besar.

Liputan6.com, Jakarta - Tersiar kabar bahwa Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyiapkan sanksi dagang sebesar USD 350 juta atau setara Rp 5,04 triliun kepada Indonesia. Langkah ini disiapkan, setelah AS memenangkan gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas pembatasan impor produk pertanian dan peternakan asal AS yang dilakukan pemerintah Indonesia.

Staf Ahli Menteri PPN Bidang Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur, Bambang Prijambodo, menyebutkan bahwa sanksi tersebut akan berpengaruh terhadap RI mengingat jumlah denda yang harus dibayarkan tidaklah sedikit.

Kendati demikian, dia menegaskan bahwa saat ini pemerintah tengah melakukan langkah diplomasi agar sanksi tersebut tidak dijatuhkan.

"Sedikit banyak berpengaruh tetap pemerintah melakukan diplomasi perdagangan totally. Dari sisi perdagangan ada semacam langkah menomorsatukan kepentingan suatu negara dalam hal ini Indonesia," kata Bambang saat ditemui dalam sebuah acar diskusi di Jakarta, Selasa (7/8/2018).

Bambang enggan membicarakan dampak apa saja yang akan terjadi jika sanksi tersebut harus diterima oleh Indonesia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Fokus Tidak Kena Sanksi

Saat ini, Bambang menegaskan akan jauh lebih baik untuk fokus mencari cara bagaimana agar Indonesia tidak dikenai sanksi yang cukup memberatkan tersebut.

"Tentu saja saya tidak akan menjawab mengenai impact, tapi bagaimana kita menghadapi. Kita akan mencari, melakukan diplomasi yang paling efektif untuk mengamankan kepentingan Indonesia di dalam kepentingan Amerika. Kita bisa mengajukan alasan tertentu dengan WTO kan WTO pasti bicara dengan kita . Saya kira tim dari Kemendag juga sudah ke Amerika, saya kira mereka melakukan (diplomasi)," ujarnya.

Bambang mengungkapkan, dalam masalah ini AS berada dalam posisi yang menguntungkan sebab merupakan negara besar.

"Posisi Amerika di dalam diplomasi memang sebagai negara besar, berbeda dengan negara kecil sebagaimana posisi kita. (Jika) sama kuat itu akan jauh lebih efektif dibandingkan kita melakukan langkah yang sama terhadap produk (Aksi balasan)." tutup dia. 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com