Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Aviliani menuturkan, aturan devisa di Indonesia masih lemah. Hanya masuk sehari, dolar hasil ekspor (DHE) sudah bisa dibawa keluar lagi dari Indonesia.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan negara tetangga. Valuta asing (valas) yang masuk wajib disimpan dulu di bank dalam beberapa waktu sebelum ditarik keluar.
Di Malaysia, valas yang masuk minimal harus disimpan di Bank selama 6 bulan. Sementara di Thailand, DHE diwajibkan dikonversi ke Thai Bhat. Kedua hal tersebut belum diberlakukan Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Di Indonesia, valas maupun yang baru masuk dari hasil ekspor bisa langsung dikeluarkan sebab tidak ada aturan yang melarangnya. Undang-Undang (UU) hanya mengatur valas wajib masuk, namun tidak ada batasan waktu untuk menyimpannya.
"Sekarang ini sehari bisa keluar lagi. Saya bilang tadi, Thailand berusaha menjaga 6 bulan. Jadi kalaupun masuk, 6 bulan lah," kata Aviliani saat ditemui dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Selasa (7/8/2018).
Hal yang sama berlaku di pasar surat berharga atau portofolio. Aviliani menjelaskan, saat ini investor asing ke Indonesia hanya mengeruk untung saja tanpa menaruh uangnya dalam waktu lama.
"Sekarang ini kita keluar masuk tidak karuan. Bahkan asing masuk bisa seenaknya, misalnya dalam portofolio diatur saja dulu 3 bulan dulu boleh keluar lagi. Ini enggak, pagi dia ambil untung dia keluar lagi. Jadi dia ngambil keuntungan terus tapi tidak stay uangnya di sini," ujar dia.
Kendati demikian, Pemerintah juga diminta untuk tidak mempersulit saat eksportir membutuhkan dolar Amerika Serikat saat dana yang disimpan belum jatuh tempo. "Kalaupun harus keluar tidak apa-apa, asalkan benar-benar untuk ekspor,” kata dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
BI Beri Kemudahan Eksportir Konversi Devisa Hasil Ekspor
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyebutkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) cukup tinggi pada 2018. Namun, angka defisit diperkirakan dalam batas aman.
"Kami tegaskan tentang defisit transaksi berjalan memang lebih tinggi tahun ini. Kami sampaikan USD 25 miliar (prediksi), tapi itu masih dalam batas aman terkendali, di bawah 3 persen terhadap PDB," kata Perry di Mesjid BI, Jakarta, Jumat 3 Agustus 2018.
Perry menyatakan, pemerintah bersama BI tidak akan berpangku tangan begitu saja. BI akan terus berkoordinasi untuk meningkatkan devisa supaya CAD tetap terkendali.
"Pernyataaan bu Sri Mulyani untuk mendorong ekspor tidak hanya memasukkan devisa ke Indonesia, tapi juga mengkonversi ke Rupiah," ujar dia.
Saat ini, lanjutnya kurang lebih sudah sekitar 80-81 persen dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang sudah masuk ke perbankan Indonesia. Tapi baru sekitar 15-16 persen yang dikonversikan ke Rupiah.
Perry menjelaskan, untuk mendorong para eksportir mengkonversi DHE ke Rupiah akan diberi kemudahan dari sisi fiskal oleh Kemenkeu. Sementara itu, BI akan memberikan kemudahan biaya swap.
"Tentu saja dalam konteks ini, dari kemenkeu ada bagi eksportir yang memasukkan devisa ke Indonesia tentu saja kan pajak mengenai simpanannya lebih rendah, apalagi yang dikonversikan pajaknya lebih rendah dari kami. Tentu saja kami akan terus berupaya supaya swap maupun forward terus murah," kata dia.
Mengkonversi DHE ke rupiah juga akan memberi keuntungan bagi eksportir yaitu berupa kemudahan jika suatu saat mereka kembali membutuhkan dolar Amerika Serikat.
"Jika para eksportir bisa mengkonversi rupiah dari spot, dan bisa juga kalau memang mereka masih ingin pegang dolar AS. Akan tetapi butuh rupiah melalui swap demikian juga untuk para importir yang butuh dolar, tidak harus ke spot tapi bisa ke forward,” ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement