Liputan6.com, New York - Harga minyak melemah sekitar tiga persen didorong ketegangan perselisihan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China. Selain itu, rilis data impor China menunjukkan permintaan energi melambat.
Harga minyak Brent melemah USD 2,37 atau sekitar 3,17 persen ke posisi USD 72,28 per barel. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) susut USD 2,23 atau 3,22 persen ke posisi USD 66,94 per barel. Harga minyak WTI sempat sentuh level terendah ke posisi USD 66,32 sejak 22 Juni.
China pun mengenakan tarif tambahan 25 persen untuk barang impor AS senilai USD 16 miliar. Barang tersebut mulai dari bahan bakar, produk baja, mobil hingga peralatan medis.
Advertisement
Baca Juga
Perang dagang yang meningkat telah mengguncang pasar global. Investor khawatir potensi perlambatan dari ekonomi China dan AS akan memangkas permintaan komoditas.
“Perang dagang AS-China akan memburuk, dan dampaknya terhadap harga minyak akan ikuti perkembangan situasi. Minyak mentah dan produk olahan akan dipengaruhi tugas tambah sehingga kurang daya saing di pasar China,” ujar Abhishek Kumar, Analis Interfax Energy seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (9/8/2018).
Impor minyak mentah China sedikit pulih pada Juli usai penurunan dua bulan berturut-turu. Akan tetapi, impor tetap rendah karena penurunan permintaan dari kilang independen yang lebih kecil.
Pengiriman ke importir terbesar minyak mentah dunia naik menjadi 8,48 juta barel per hari dari periode tahun lalu 8,18 juta barel per hari. Namun lebih rendah dari Juni sebesar 8,6 juta.
Rilis Data EIA
Sentimen lain yang bebani harga minyak yaitu rilis data the US Energy Information Administration (EIA). EIA menyebutkan persediaan minyak mentah turun 1,4 juta barel dalam seminggu terakhir. Angka ini di bawah perkiraan analis sekitar 3,3 juta barel.
Stok bensin mencatat kenaikan mengejutkan yang mencapai 2,9 juta barel. Angka ini di atas dari prediksi analis yang alami penurunan 1,7 juta barel. “Produk yang dibangun bebani sektor energi,” ujar Analis CHS Hedging LLC, Anthony Headrick.
Selain itu, harga minyak juga dipengaruhi dari sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran. Mulai November, AS akan targetkan sektor perminyakan di Iran, produsen minyak nomor tiga di Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).
Surat kabar Iran melaporkan kalau Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif menuturkan, rencana AS mengurangi ekspor minyak Iran tidak akan sukses.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement