Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia dan Reserve Bank of Australia sepakat memperpanjang kerja sama Bilateral Local Currency Swap Arrangement (BCSA) antara kedua bank sentral yang akan berakhir pada Desember 2018.
Direktur Departemen Internasional BI, Erwin Haryono mengungkapkan perpanjangan kerjasama tersebut sesuai kesepakatan kedua belah pihak pada saat acara pertemuan dengan gubernur bank sentral Executives' Meeting of East Asia-Pacific (EMEAP) di Manila, 5 Agustus 2018.
"Perpanjangan BCSA dengan Bank Sentral Australia. Ini sudah mulai sejak 2015 dan berakhir tahun ini. Tapi belum berakhir tepatnya 4 - 5 Agustus ada pertemuan di Manila kedua gubernur bertemu dan sepakat memperpanjng fasilitas ini," kata Erwin di Gedung BI, Jakarta, Kamis (9/8/2018).
Advertisement
Sebagaimana perjanjian sebelumnya, perjanjian kerja sama BCSA yang berlaku efektif selama tiga tahun ini memungkinkan swap mata uang lokal antara kedua bank sentral senilai 10 miliar Dolar Australia atau Rp 100 triliun.
Kerja sama ini merupakan bagian dari upaya Bank Indonesia yang berkelanjutan untuk mendorong perdagangan bilateral, khususnya untuk menjamin penyelesaian transaksi perdagangan dalam mata uang lokal antara kedua negara.
Perpanjangan perjanjian kerja sama ini juga mencerminkan penguatan kerja sama keuangan antara Indonesia dan Australia melalui penggunaan mata uang masing-masing negara untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan mata uang tertentu.
"Upaya tersebut juga merupakan bagian dari inisiatif pendalaman pasar keuangan dalam rangka mendukung ketahanan perekonomian Indonesia," ujarnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Sejak Awal 2018, Rupiah Telah Melemah 5,81 Persen
Bank Indonesia (BI) mencatat gerak rupiah sejak 1 Juli hingga 18 Juli 2018 mengalami pelemahan. Dalam 18 hari atau hampir 3 pekan tersebut, nilai tukar rupiah melemah 0,52 persen terhadap dolar AS.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, dengan perkembangan ini, rupiah melemah 5,81 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2017.
"Meski demikian, itu masih lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang negara berkembang lain seperti Filipina, India, Afrika Selatan, Brasil dan Turki," kata Perry di Gedung Bank Indonesia, Kamis (19/7/2018).
Baca Juga
Perry menjelaskan, nilai tukar rupiah melemah terbatas akibat berlanjutnya penguatan dolar AS secara global. Rupiah menguat di awal Juli 2018 sebagai respons positif pelaku pasar atas kebijakan moneter BI yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve pada RDG Juni 2018 yang menaikkan BI7DRR sebesar 50 basis poin.
Respons tersebut mendorong aliran masuk modal asing ke pasar keuangan, khususnya Surat Berharga Negara sehingga mendorong penguatan rupiah.
Ke depan, Perry mengaku, BI terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, serta menjaga bekerjanya mekanisme pasar dan didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan.
"Kebijakan tetap ditopang oleh strategi intervensi ganda dan strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas khususnya di pasar uang Rupiah dan pasar swap antarbank," pungkas dia.Â
Advertisement