Sukses

Simplifikasi Cukai Rokok Dikhawatirkan Picu Oligopolistik

Bukan hanya industri kecil yang terkeda dampak dari simplifikasi,melainkan juga rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Liputan6.com, Jakarta Simplifikasi tarif cukai rokok dari 12 layer menjadi 5 layer diperkirakan akan menciptakan oligopolistik. Ini karena perusahaan Industri Hasil Tembakau (IHT) skala kecil akan bergantung ke industri besar.
 
Anggota Komisioner Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Kordat Wibowo mengatakan, simplifikasi bukan hanya menggabungkan layer cukai dari 12 ke 5 layer, tetapi  juga menggabungkan perusahaan-perusahaan IHT.
 
 
Jika kebijakan tersebut diterapkan perusahaan IHT skala besar akan bertahan pada kebijakan simplifikasi, sedangkan industri menengah kebawah akan rentan.
 
 “Industri IHT kecil akan meminta pertolongan pada industri IHT skala besar,” kata Kodrat, di Jakarta, Selasa (14/8/2018).
 
Dia mengungkapkan, kebijakan ini berpotensi memperkuat oligopolistik di IHT, karena industri kecil akan tercancam keberlangsungannya dan meminta pertolongan kepada industri besar. Sedangkan industri besar akan semakin besar.
 
“Simplifikasi membuka peluang bagi perusahaan mega besar menjadi lebih besar dengan mengorbankan usaha kecil dan mengancam keberlangsungan industri kecil,” ujarnya.
 
Kodrat melanjutkan, bukan hanya industri kecil yang terkeda dampak dari simplifikasi,melainkan juga rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya juga terkena dampaknya.
 
 “Jika kebijakan ini diterapkan maka rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) produksinya akan naik, sedangkan produksi SKT akan terjun bebas. Kenaikan SKM dan SPM limpahan dari penurunan SKT,” paparnya.
 
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
2 dari 2 halaman

Aturan Baru Cukai Rokok Timbulkan Persaingan Tak Sehat

Kementerian Keuangan menerbitkan aturan terkait pengaturan tarif cukai hasil tembakau dalam PMK 146 tahun 2017. Penerbitan baleid ini mendapat kritik dari beberapa pihak dan juga pelaku usaha atau Industri Hasil Tembakau (IHT) karena dapat memunculkan persaingan usaha yang tidak sehat.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, kekhawatiran muncul karena pemerintah berencana menggolongkan industri berdasarkan kapasitas produksi (layer). Padahal langkah ini berpotensi menghilangkan industri yang memiliki modal kecil.

"PMK ini yang pertama 2019 ini kan akan penggabungan 2A dan 2B menjadi satu golongan, golongan 2A. Tentu 2A dan 2B dimaknai antara menangah dan kecil, kalau digabungkan dikhawatirkan yang kecil-kecil ini secara persaingan usaha kalah dengan menengah. Sehingga ini membuat industri kelompok kecil akan tersisih," ujar Enny di Tjikini Lima, Jakarta, Senin (13/8/2018).

Selain memunculkan persaingan, roadmap atau peta jalan aturan ini juga menghilangkan keunikan rokok kretek. Sebab dalam aturan ini pemerintah menggabungkan antara Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM).

"Kretek diberlakukan sama dengan rokok putih. Sehingga ini yang menimbulkan banyak pertanyaan kalau memang pemerintah ini menganggap kretek bisa berpotensi, menjadi produk ungulan ekspor, mestinya tidak disamakan dengan rokok putih, karena rokok putih ini berbeda memang. Kretek jelas menggunakan rasa dari cengkeh, kalau putih di sisi bahan berbeda dan pakai tembakau impor," jelas Enny.

 

Video Terkini