Sukses

Tekan Defisit, Impor Barang Konsumsi Bakal Kena PPh 7,5 Persen

Pemerintah akan kendalikan impor barang terutama impor barang.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan kendalikan impor barang terutama impor barang yang menyangkut proyek infrastruktur yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Ini sebagai langkah tegas untuk kendalikan defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018 yang sudah capai tiga persen dari produk domestik bruto (PDB).

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menuturkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan instruksi yang sangat tegas, semua di kabinet harus melakukan langkah-langkah mengamankan neraca pembayaran terutama pada defisit transaksi berjalan.

"Kita sekarang harus melakukan tindakan tegas untuk mengendalikan, karena kalau tidak ekspor kita walaupun pertumbuhannya cukup bagus dan double digit, namun karena impornya jauh lebih tinggi dan pertumbuhannya double digit yang sangat tinggi, ini menyebabkan kita harus melakukan langkah yang cukup tegas dan agak drastis pada pengendalian impor," ujar Sri Mulyani, seperti dikutip dari laman Setkab, Rabu (15/8/2018).

Langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah, menurut Sri Mulyani, pertama, untuk impor yang menyangkut proyek-proyek infrastruktur yang dikendalikan oleh pemerintah, terutama PLN dan Pertamina diminta untuk melihat komponen impor dari proyek-proyeknya. Hal itu tidak hanya memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yaitu komponen dalam negeri, tapi juga melihat secara langsung berapa jumlah impor barang modal.

"Untuk proyek belum financial closing akan ditunda. Dan kita akan melakukan enam bulan ini secara sangat firmterhadap dua BUMN ini, sehingga kontribusi terhadap impor barang modal terutama dari BUMN bisa dikendalikan," kata Sri Mulyani.

Menteri ESDM, lanjut Sri Mulyani, akan melihat dari sisi master list semua yang merupakan permintaan untuk impor akan disetop dulu sampai enam bulan ke depan. Kemudian dilihat kondisi neraca pembayaran kita harus membaik.

Kedua, untuk barang-barang yang berhubungan dengan barang konsumsi maupun bahan baku yang  lihat memiliki potensi untuk subsitusi produk dari dalam negeri, menurut Sri Mulyani, pemerintah akan menetapkan PPh impor sebesar 7,5 persen.

"Kita akan lihat kalau barang ini permintaannya melonjak tinggi dan dia tidak betul-betul strategis dan sangat dibutuhkan di dalam perekonomian, maka akan dikendalikan," ujar Sri Mulyani.

Ia menambahkan, dirinya menduga berbagai macam belanja online yang berasal dari luar, yang memang berkontribusi terhadap tingginya lonjakan impor barang konsumsi.

 

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

 

2 dari 2 halaman

Langkah Bank Indonesia Stabilkan Rupiah

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) akan terus prioritaskan kebijakan sisi moneternya untuk perkuat dan jaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, BI akan terus melanjutkan langkah-langkah yang selama ini dilakukan baik dari sisi kebijakan suku bunga maupun juga dari kebijakan-kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.

"Intervensi ganda baik di pasar valas (valuta asing) maupun pemberian SBN dari pasar sekunder kalau diperlukan dalam hal-hal terjadi tekanan reversal, ini yang terus kami lakukan dan itulah komitmen kami untuk terus menjaga stabilitas ekonomi khususnya stabilitas nilai tukar rupiah," kata Perry.

Perry menuturkan, BI juga terus melakukan langkah-langkah koordinatif tidak hanya dengan pemerintah tapi juga dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan)  untuk memperkuat pasar valas.

Ia menyebutkan, BI sudah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk bisa menyediakan sejumlah instrumen bagi para eksportir, importir, maupun pengusaha untuk bisa melakukan transaksi valas, baik melalui penjualan mengekspor swap forward atau penanaman di instrumen Bank Indonesia melalu simpanan valas maupun SBI valas.

Perry menambahkan, Bank Indonesia sekarang sudah menyediakan swap valas dengan tingkat harga yang murah. Yang pertama, untuk sesi pagi, BI melakukan swap valas dalam rangka pengelolaan likuiditas.

"Itu tenornya bisa 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, sampai 12 bulan kami lelang itu sekitar jam 10.00 sampai 11.30 dan kemudian kita umumkan jam 2," ujar dia.

Sementara di sore, lanjut Perry. BI juga menyediakan swap valas hedging bagi korporasi-korporasi yang mempunyaiunderlying transaksi baik dari ekspor atau dari devisa utang luar negeri maupun devisa-devisa lain.

"Itu bisa men-swap-kan ke bank dan bank bisa me-reswap-kan ke Bank Indonesia. Tenornya adalah 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Itu kami window itu terbuka dari jam 2 sore sampai jam 4 sore," terang Perry.

Adapun mata uang yang ditawarkan, menurut Gubernur BI itu, tidak hanya Dolar Amerika tapi juga Euro, Japanese Yen, maupun Chinese Renminbi.

Sementara tingkat harganya murah. Perry menunjuk contoh misalnya swap rate, untuk FX swap rate dengan Bank Indonesia untuk 1 bulan sekarang ini adalah 4,25 persen. Sedangkan untuk 3 bulan sekarang 4,75 persen atau turun dari sebelumnya 5,2 persen.

Dengan demikian, jelas Gubernur BI, para korporasi kalau mempunyai valas bisa menjualnya secara spot atau juga kalau mereka membutuhkan rupiah tetap bisa memegang dolarnya tapi juga menjual secara swap dengan tingkat harga yang lebih murah.

Demikian juga bagi korporasi yang kebutuhan valasnya itu masih sebulan lagi, 3 bulan lagi, 6 bulan lagi, menurut Perry, tidak perlu berburu membeli valas dengan istilahnya nubruk-nubruk, karena instrumen-instrumen itu ada.

"Semua instrumen-instrumen itu kami sediakan silakan bagi korporasi yang membutuhkan menghubungi bank yang bersangkutan," ucap Perry.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â