Sukses

Dikritik Ketua MPR Soal Cicilan Utang, Ini Jawaban Sri Mulyani

Saat ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam kondisi sehat lantaran defisit APBN semakin turun.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjawab kritikan yang disampaikan oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan terkait dengan cicilan utang. Kritikan tersebut disampaikan saat menyampaikan pidato Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2018.

Sri Mulyani mengungkapkan, saat ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam kondisi sehat lantaran defisit APBN semakin turun dan keseimbangan primer menuju arah yang positif.

"Hanya untuk membuktikan kami mengelola dari sisi keuangan negara adalah sangat hati-hati. Nominal defisit itu yang kadang confuse, sengaja yang dipolitisasi angka itunya," ujar dia di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (16/8/2018).

Dia menjelaskan, memang defisit APBN sempat menyentuh angka 2,59 persen pada 2015. Namun angka tersebut perlahan turun pada 2016 sebesar 2,49 persen, naik pada 2017 menjadi 2,15 persen, target di 2018 sebesar 2,12 persen dan di RAPBN 2019 ditargetkan sebesar 1,84 persen dari GDP.

"Dari yang tadinya pernah mencapai 2,59 persen yang terdalam di 2015, itu dikarenakan di 2015-2016 menghadapi situasi harga komodits jatuh sehingga fiskal kita melakukan counter critical. Sehingga defisit agak lebih dalam. Namun begitu kita mengalami konsolidasi sekarang defisit di 1,84 persen. Angka ini lebih rendah atau paling kecil dibandingkan defisit paling yang terjadi di 2012 yaitu 1,86 persen dari GDP," jelas dia.

Selain itu, Sri Mulyani juga menyayangkan penyataan Zulkifli Hasan yang menyinggung soal anggaran kesehatan yang dikaitkan dengan pembayaran utang. Menurut dia, perhitungan yang disampaikan oleh Ketua Umum PAN tersebut juga tidak tepat.

"Saya menyayangkan perhitungan Ketua MPR dalam menghitung anggaran kesehatan, yang menghitungnya juga kurang tepat. Karena anggaran kesehatan yang dihitung hanya anggaran yang ada di Bu Menkes. Kesehatan ada yang dengan PBI (Peneriman Bantuan Iuaran) dan ada yang berasal dari daerah," tandas dia.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Ketua MPR Kritik Keras Kemiskinan hingga Utang Negara

Sebelumnya, Ketua MPR Zulkifli Hasan mengkritik keras sejumlah pencapaian pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo. Menurutnya, ada tiga tantangan perekonomian nasional yang membutuhkan terobosan kebijakan dari Pemerintah.

Salah satunya soal angka gini ratio sebagai indikator ketimpangan ‎pendapatan yang terus menurun dari 0,41 menjadi 0,39.

"Kami mensyukuri penurunan Gini ratio yang dicapai oleh pemerintah dari sekitar 0,41 menjadi 0,39 saat ini. Ini terjadi akibat turunnya pendapatan masyarakat kelas atas ketimbang naiknya pendapatan masyarakat kelas bawah," kata Zulkifli di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis (16/8/2018).

Menurut dia, jumlah masyarakat golongan miskin dan hampir miskin masih besar dan sangat rentan pada perubahan harga. Untuk itu, pemerintah perlu menjaga stabilitas harga kebutuhan rumah tangga agar daya beli tidak tergerus.

"Ini titipan emak-emak, titipan rakyat Indonesia agar harga-harga bisa terjangkau," papar dia.

Kedua, adalah masalah stabilitas dan defisit transaksi berjalan. Pemberdayaan ekonomi kecil dan mikro perlu terus dikembangkan, diantaranya melalui fasilitas kredit, fasilitas produksi dan pasar, termasuk bantuan pemasaran dan teknologi agar mereka tumbuh dan berkembang.

Kesempatan berusaha dari kebijakan perluasan pembangunan infrastruktur harus didistribusikan secara luas ke daerah melalui usaha swasta besar, menengah, dan kecil.

"Proyek infrastruktur tidak boleh hanya dimonopoli BUMN," ujarnya.

 Ketiga, adalah masalah pengelolaan utang. Negara harus menjaga stabilitas ekonomi dan mencegah krisis sejak dini. Ini menjadi penting dalam kerangka menjaga ketahanan ekonomi.

"Kita perlu melakukan pengetatan prediksi-prediksi perekonomian secara cermat, terukur, dan akuntabel, diantaranya mengenai nilai tukar rupiah dalam perekonomian global, penguatan-penguatan di sektor industri, pembatasan arus impor, serta peningkatan daya saing komoditas dan peningkatan daya ekspor kita," tutur dia.

Dia juga mengingatkn, pemerintah tidak bisa mengklaim besaran utang pemerintah sekitar  Rp 4.200 triliun masih aman. Sebab membayar cicilan utang Rp 400 triliun per tahun itu sangatlah besar dan di luar batas kewajaran.

"Rp 400 triliun di 2018 itu setara 7 kali dana desa, 6 kali anggaran kesehatan. Itu sudah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar," kata Zulkifli.