Sukses

Menteri Rini: Proyek Listrik yang Sudah Ada Pendanaan Tetap Jalan

Untuk proyek yang belum menyelesaikan pembiayaan akan dikaji ulang pengadaan barang.

Liputan6.com, Jakarta - Proyek kelistrikan menjadi sorotan belakangan ini karena menjadi penyebab defisit transaksi berjalan. Meski begitu, pembangunan proyek yang sudah menjalani penyelesaian keuangan (Financial Close) tetap berjalan.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, kebanyakan pendanaan proyek kelistrikan berasal dari luar negeri dan berjangka panjang, sehingga tidak memberi dampak pada transaksi berjalan.

"Proyek PLN ini semua pembiayan dari luar dan jangka panjang, tidak berpengaruh di neraca pembayaran," kata ‎Rini, dalam acara jumpa pers RAPBN 2019, di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (16/8/2018).

Untuk proyek yang sudah menyelesaikan pendanaan, Kementerian BUMN tetap akan menjalankan. Sedangkan proyek yang belum menyelesaikan pembiayaan akan dikaji ulang pengadaan barang.

"Proyek PLN sudah financial closing sudah order pengadaan dan yang sudah jalan terus. Sedangkan yang belum akan kami detailkan," tuturnya.

Rini mengungkapkan, pemerintah akan melakukan evaluasi komponen yang bisa dibuat di Indonesia, kemudian akan dibangun pabrik untuk mengurangi impor barang sehingga dapat menghemat devisa negara.

"Mana yang bisa dibuat di Indonesia karena membuat alat ini memutuhkan waktu 12-24 bulan bisa disiapkan," tandasnya.

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani: Sektor Kelistrikan Penyumbang Impor Terbesar

Sebelumnya, defisit transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD) saat ini sudah mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018 tercatat sebesar USD 8 miliar.

Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya sebesar 1,96 persen dan juga lebih besar dibandingkan dengan kuartal I 2018 yang hanya sebesar 2,2 persen dari PDB atau USD 5,5 miliar.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebutkan bahwa pemerintah menerapkan expenditure switching policy atau pengalihan belanja barang yang biasa impor menjadi barang yang berasal dari dalam negeri. Salah satunya dengan adanya aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). 

 

Dia mengungkapkan salah satu perusahaan yang harus melakukan expenditure switching tersebut adalah PLN.

"PLN termasuk yang menggunakan banyak sekali barang modal dan sebetulnya mereka sudah memiliki policy TKDN, tapi penggunaan komponen dalam negeri selama ini masih belum dipenuhi. Oleh karena itu menjadi salah satu yang dilakukan dalam jangka pendek," kata Menkeu Sri Mulyani saat ditemui di JS Luwansa, Jakarta, Senin (13/8/2018).

Sektor kelistrikan merupakan penyumbang impor terbesar dalam hal bahan baku sehingga sudah seharusnya memulai penggunaan B20.

"Penggunaan B20 untuk mengurangi impor minyak karena itu komponen impor cukup besar dan barang modal terutama di infrastruktur kelistrikan," ujarnya.

Dia mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo sendiri sudah mengingatkan mengenai perlunya TKDN tersebut.

"Kan kita sudah berkali-kali, Presiden (Jokowi) melakukan sidang kabinet, Presiden sudah bicara dengan para menteri untuk melakukan dan melaksanakan, terutama yang seperti B20, melakukan TKDN."

Selain itu, Menkeu Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa penggunaan bahan baku yang berasal dari dalam negeri untuk pembangunan infrastruktur dapat mengurangi dampak dari pelemahan nilai tukar Rupiah.

"Artinya kita bisa tetap mempertahankan dan menjaga momentum apabila yang disebut switching itu mempengaruhi expenditure kita dari yang tadinya barang impor menjadi barang dalam negeri bisa dilakukan cepat. Sementara itu kita tetap menjaga agar risiko tereskalasi karena faktor dari luar." tutup dia.Â