Sukses

BI: Likuiditas Valas Mulai Mengetat

Pengetatan likuiditas valas tersebut wajar mengingat kondisi ekonomi global saat ini yang tengah bergejolak.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat likuiditas valuta asing (valas) di industri perbankan nasional mulai mengetat.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsyah menilai, pengetatan likuiditas valas tersebut wajar mengingat kondisi ekonomi global saat ini yang tengah bergejolak. Selain itu, penguatan dolar AS juga menjadi salah satu alasan pengetatan tersebut.

"Wajarlah, seluruh dunia seperti itu kalau dolar AS menguat di seluruh dunia," kata Nanang, di Gedung BI, Senin (20/8/2018).

Saat ini banyak orang yang berburu dolar AS. Sebab posisi dolar AS sedang sangat kuat dan membuat niali tukat mata uang negara lainnya melemah.

Pengetatan likuiditas ini ditandai dengan tingginya permintaan akan mata uang negara Paman Sam tersebut.

"Demand (permintaan) valas yang tinggi. Ya sekarang kan masalahnya kita CAD (defisit transaksi berjalan) gitu kan. Artinya impor lebih banyak dari ekspor ya itu terefleksi di market sebetulnya impornya lebih kencang ya semua butuh dolar AS." kata dia. 

Nanang mengaku tidak bisa memprediksi kondisi likuditas valas hingga akhir tahun sebab pergerakan mata uang sendiri sangat fluktuatif.

"Sulit saya memprediksi dolar AS itu karena itu tergantung dinamika yang terjadi kan unpredictable kaya Turki itu siapa yang bisa memprediksi Turki akan seperti itu kita belum bisa memperkirakan valas." tutup dia.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Likuiditas Bank Capai Rp 539,9 Triliun per Juli 2018

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat likuiditas perbankan di Indonesia saat ini masih memadai.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menyebutkan ekses likuiditas perbankan per 18 Juli 2018 sebesar Rp 539,9 triliun.

"Ditunjukkan oleh alat likuid yang dimiliki perbankan dan dinilai masih cukup untuk mendukung pertumbuhan," kata Wimboh dalam acara Konfrensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (31/7/2018). 

Sementara itu, untuk angka pertumbuhan kredit pada posisi Juni 2018 tumbuh sebesar 10,75 persen secara year on year (YoY) lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 7,75 persen yoy.

"OJK juga akan mengupayakan penguatan terhadap ketahanan pasar keuangan domestik antara lain melalui upaya pendalaman pasar keuangan baik dari sisi permintaan maupun penawaran serta penguatan infrastruktur,” kata dia.