Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Ekuador mengusulkan diri menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) skala regional untuk membahas seputar membludaknya jumlah migran asal Venezuela yang membanjiri banyak negara di kawasan Amerika Latin.
Dilansir dari Reuters, seperti ditulis Rabu (22/8/2018), Kementerian Luar Negeri Ekuador menyatakan telah mengundang negara-negara antara lain Argentina, Brazil, Bolivia, Kolombia, Paraguay, Panama, Republik Dominika, Uruguay, dan Venezuela, untuk berpartisipasi dalam sebuah pertemuan di Quito pada 17-18 September 2018.
Wakil Menteri Mobilitas Manusia Ekuador Santiago Chavez menyampaikan, KTT tersebut dapat dijadikan momen untuk bertukar pendapat terkait migran Venezuela yang terus berdatangan.Â
Advertisement
Baca Juga
"Hal terburuk yang bisa terjadi di negara ini (Ekuador) adalah kekacauan akibat terlalu banyaknya jumlah migran (Venezuela)," kecam dia.
Adapun usulan kegiatan diplomatik ini datang lantaran kota-kota di perbatasan Ekuador banyak dibanjiri pendatang asal Venezuela.
Selain itu, migran-migran berketerampilan kerja rendah tersebut juga ikut meramaikan pasar kerja di Amerika Latin untuk kemudian memulangkan pendapatannya ke negara asal.
Hal ini disebabkan terjadinya hiperinflasi di Venezuela, yang diprediksi International Monetary Fund (IMF) dapat mencapai 1 juta persen pada akhir 2018.
Selain itu, angka penduduk yang malnutrisi di sana pun meningkat, akibat meningginya kurs Bolivar selaku mata uang negara yang menyebabkan harga produk pangan seperti daging ayam berada di luar jangkauan masyarakat umum.
Dampaknya, beberapa negara seperti Ekuador dan Peru pada pekan lalu telah mengumumkan persyaratan masuk yang lebih ketat bagi para pendatang Venezuela.
Hal serupa juga dilakukan Brazil, yang meminta pengadilan tinggi negaranya untuk menyetop kedatangan imigran Venezuela yang terus berdatangan. Bahkan, beberapa pihak di Negeri Samba sampai harus mendesak keluar ratusan migran Venezuela kembali ke perbatasan.
Â
Â
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini
Â
Â
Ekonomi Venezuela Lumpuh Gara-Gara Mata Uang Baru
Sebelumnya, aktivitas di Venezuela terhenti pada Selasa 21 Agustus 2018 seiring Venezuela mencoba untuk beradaptasi dengan mata uang yang baru diperkenalkan.
Ribuan aktivitas bisnis ditutup untuk beradaptasi dengan "sovereign bolivar". Akibatnya banyak pekerja tinggal di rumah.
Presiden Venezuela Nicolas Maduro meluncurkan uang kertas baru pada Senin 20 Agustus 2018 kemudian menilai kembali dan mengganti nama mata uang bolivar lama.
Pemerintah menilai, langkah itu untuk atasi inflasi yang melaju. Akan tetapi, ahli melihat hal tersebut membuat krisis lebih buruk. Mata uang tersebut mulai beredar pada Selasa. Demikian kutip laman BBC, Rabu 23 Agustus 2018.
Presiden Maduro pun mengumumkan sebagai libur bank pada Senin. Banyak pekerja libur pada hari kerja.Â
Kota-kota di seluruh Venezuela hampir kosong karena orang-orang berjuang mendapatkan uang kertas baru negara itu.
"Saya tidak dapat menemukan mesin uang tunai karena semua bank ditutup hari ini," ujar Jose Moreno, seorang pensiunan, seperti dikutip dari laman Reuters.
Ia pun mengeluhkan layanan publik yang disfungsional secara kronis. "Tidak ada uang, tidak ada air, tidak ada listrik, tidak ada apa-apa," kata dia.
Pasar gelap Venezuela yang menggunakan dolar AS pun dibekukan oleh perubahan mata uang di tengah ketidakpastian dan kebingungan ekonomi.
Sebelumnya, pemerintah juga umumkan beberapa perubahan ekonomi penting lainnya antara lain menaikkan upah minimum baru sebesar 34 kali dari sebelumnya yang mulai 1 September, menaikkan PPN, dan memangkas subsidi bahan bakar.
Presiden Maduro bahkan sovereign bolivar akan terikat dengan mata uang virtual Petro. Akan tetapi, AS melarang warganya untuk berdagang di dalamnya.
"Menyelamatkan bolivar ke Petro adalah menambatkannya tanpa apa-apa," ujar Ekonom Luis Vicente Leon.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement