Sukses

Nilai Tukar Rupiah Kembali Tertekan, Ini Sebabnya

Ekonom CORE menilai, pemerintah tidak harus menaikkan suku bunga untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom senior dari Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai, pemerintah tidak harus menaikkan suku bunga untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Menurut Piter, yang paling terpenting ialah melihat sentimen atau penyebab tekanan rupiah terlebih dahulu.

"Bank Indonesia (BI) tidak selalu harus naikkan suku bunga untuk nilai tukar ini, tergantung penyebab tekanannya dulu. Jika itu ketidakpastian global, perang dagang atau krisis Turki, maka menaikkan suku bunga bukan jawabannya," tutur dia kepada Liputan6.com, Sabtu (25/8/2018).

Faktanya, kata Piter, kini nilai tukar rupiah justru tercatat menyentuh 14.650 per dolar AS pada Jumat pekan ini. "Bahkan bisa lebih dari ini, tekanan untuk ke arah kesana sangat ada," ujar dia.

Lebih lanjut Piter mengatakan, menguatnya mata uang dolar AS ini telah diprediksi pasar mengingat kenaikan suku bunga the Federal Reserve (The Fed) pada September 2018 nanti.

"Memang periode pasarnya seperti ini, pasar sudah menduga (price in). Jadilah pasar ramai-ramai beli dolar, aksesnya ya dolar jadi menguat dan rupiah terus melemah," ujar dia.

Oleh karena itu, Piter menekankan, penting untuk mengetahui sentimen penyebab anjloknya nilai tukar rupiah.

"Kenaikan suku bunga acuan terus menerus ya tidak pas, mau sampai kapan naik terus?" kata dia.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah 8,21 persen dari posisi 13.542 pada 2 Januari 2018 menjadi 14.655 per dolar AS pada 24 Agustus  2018.

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

2 dari 2 halaman

Rupiah Tembus Level 14.662 per Dolar AS pada Jumat Siang Ini

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah pada perdagangan Jumat ini.

Mengutip Bloomberg, Jumat 24 Agustus 2018, rupiah dibuka di angka 14.653 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.637 per dolar AS. Pada siang ini, rupiah terus melemah hingga menyentuh 14.662 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.652 per dolar AS hingga 15.662 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah telah melemah 8,15 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatokn di angka 14.655 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.620 per dolar AS.

Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail, mengatakan bahwa dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang dunia, termasuk rupiah didorong oleh ketidakpastian terhadap isu perang dagang Amerika Serikat dan China.

"Pertemuan kedua belah pihak yang terjadi belum menghasilkan sesuatu yang berarti untuk menyelesaikan permasalahan perang dagang," katanya dikutip dari Antara.

Pasca pertemuan itu, lanjut dia, mata uang yuan China terdepresiasi terhadap dolar AS. Pelemahan itu berdampak negatif terhadap pergerakan mata uang rupiah.

"Rupiah kemungkinan bergerak di kisaran level 14.600 per dolar AS hingga 14.690 per dolar AS," katanya.

Analis Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, sebagai mata uang safe haven, dolar AS mendapatkan keuntungan dari ketakutan dari gejolak dagang internasional.

Ia menambahkan investor saat ini juga sedang fokus pada pidato ketua the Fed Jerome Powell pada pekan ini. The Fed dapat terus menaikan suku bunga selama ekonomi AS terus tumbuh.

"Jika pasar mengkonfirmasi kenaikan itu, maka dolar AS dapat terus menguat," katanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â