Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menetapkan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2019 sebesar Rp 2.439,7 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 2.220,7 triliun.
Belanja negara tersebut meliputi, belanja pemerintah pusat Rp 1.603,7 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 832 triliun. Sementara itu pendapatan negara ditargetkan Rp 2.142,5 triliun, naik dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 1.893,7 triliun.
Advertisement
Baca Juga
Peneliti Senior Institut for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J Rachbini menilai RAPBN agak boros. Salah satu indikator yang dapat dilihat adalah naiknya porsi belanja gaji pegawai negeri sipil (PNS) dalam RAPBN 2019.
Adapun dari total Rp 2.439,7 triliun jumlah RAPBN tersebut, anggaran belanja pegawai ditetapkan mencapai Rp 368,6 triliun atau naik sekitar Rp 26,1 triliun dibandingkan 2018 sebesar Rp 342,4 triliun
"Di sisi belanja ada pemborosan. Sebagian besar untuk bayar utang dan bayar gaji. Studi kami, belanja ini untuk urusan rutin saja," kata dia dalam diskusi INDEF, di Jakarta, Rabu (29/8/2018).
Selain itu, salah studi atau kajian yang dilakukan pihaknya menemukan bahwa sekitar 80 hingga 90 persen dari belanja daerah digunakan untuk pengeluaran rutin pegawai seperti gaji dan sebagainya.
"Belanja daerah 80-90 persen, habis untuk anggaran rutin, sehingga untuk pembangunan tidak bisa didukung oleh anggaran ini," kata dia.
Karena itu, dia mengharapkan pemerintah dapat lebih hati-hati dalam mengalokasi anggaran, mengingat pengalaman realisasi penerimaan pajak yang belum berjalan optimal.
"Tapi kan tax rasio kita hanya dua pertiga atau sepertiga dari negara-negara maju. Pendapatan dan penerimaan yang tersendat yang kita lihat tax ratio selama 10 tahun tidak berubah," jelas dia.
Kontrol terhadap penggunaan dana yang sudah dianggarkan pun harus terus dilakukan, sehingga porsi anggaran yang sudah dialokasikan benar-benar sesuai peruntukannya.
"Anggaran pendidikan sudah 20 persen dicabik-cabik diambil Kemenag, Kemenhub. Jadi Kemendikbudnya dapat Rp 40-an triliun yang lain masuk kemana mana, dan tidak ada kontrol," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
Sumber:Â Merdeka.com
Â
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Pemerintah Harus Hati-Hati Kelola Utang
Peneliti senior Indef, Didik J Rachbini, mengharapkan pemerintah lebih hati-hati dalam pengelolaan utang, mengingat pembayaran pokok dan bunga utang yang ada di pemerintahan saat ini jumlahnya sangat besar.
"Memang bisa di-roll over di tahun berikutnya, tapi dibandingkan anggaran lain itu besar dan harus hati-hati," ungkapnya saat ditemui di acara ulang tahun ke-23 INDEF, di Jakarta, Rabu (29/8/2018).
Pemerintah tetap harus lebih waspada dalam menarik utang, meskipun rasio utang Indonesia masih di bawah ambang batas 30 persen terhadap PDB. Sebab, penerimaan pajak yang belum terlalu baik.
Baca Juga
"Jangan hanya berlindung di balik rasio utang terhadap PDB yang hanya 30 persen. Tapi kan tax rasio kita hanya dua pertiga atau sepertiga dari negara-negara maju. Dan juga banyak utang kita dalam bentuk valas sedangkan utang yang dilempar ke publik sangat tinggi," kata dia.
Dia menilai Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (R-APBN) 2019 lebih menjurus ke arah populis. Untuk diketahui, R-APBN 2019 sebesar Rp 2.439,7 triliun jumlah ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun ini sebesar Rp 2.220,7 triliun.
Kendati demikian, dia mengharapkan, RAPBN dapat membantu meningkatkan kinerja ekonomi dan mengerek produktivitas masyarakat.
"Arah populis itu sudah cukup jelas, yaitu memang kecenderungan tapi kebanyakan sasaran-sasaran ke arah populis itu ketidakproduktifannya cukup besar, ini juga menimbulkan inefesiensi keborosan di dalam negara," kata dia.
"Efektif apa tidak? Ternyata sektor informal masih sangat banyak sehingga anggaran tidak menghasilkan manusia produktif bahkan anggaran pendidikan juga buruk," imbuhnya.
Menurut Didik pemerintah harus lebih efisien dalam mengelola keuangan negara agar anggaran yang digelontorkan benar-benar produktif. Pemerintah juga harus berani untuk memotong anggaran agar efisiensi bisa terjadi.
"Kalau kita sakit, macam-macam usaha harus kita lakukan. Potong anggaran yang tidak penting secara berani. Ini memang bukan langkah yang populer," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber:Â Merdeka.com
Â
Advertisement