Sukses

Ekspor Iran Turun, Harga Minyak Menguat

Harga minyak menguat lebih dari satu persen dengan harga minyak Brent catat kenaikan tertinggi dalam tujuh minggu.

Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat lebih dari satu persen dengan harga minyak Brent catat kenaikan tertinggi dalam tujuh minggu.

Hal itu didorong penarikan stok minyak mentah Amerika Serikat (AS) dan bensin serta kurangi pengiriman minyak mentah Iran sebagai sanksi AS.

Harga minyak Brent melonjak USD 1,19 atau 1,6 persen ke posisi USD 77,14 usai sentuh level tertinggi sejak 11 Juli di kisaran USD 77,41.

Selain itu, harga minyak AS menguat 98 sen atau 1,4 persen ke posisi USD 69,51 per barel usai sentuh level tertinggi USD 69,75 sejak 7 Agustus 2018.

Persediaan minyak mentah AS turun 2,6 juta barel pada pekan lalu. Hal itu berdasarkan data the Energy Information Administration (EIA) yang mengatakan persediaan melebihi perkiraan penarikan 686 ribu barel.

"Harga minyak mentah mendapatkan dukungan tambahan dari persediaan menurun. Menurunnya ekspor Iran dan ekspor dari Venezuela karena kerusakan terminal juga memberikan dukungan terhadap harga," ujar Presiden Direktur Lipow Oil Associates, Andrew Lipow, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (30/8/2018).

Selain itu, harga minyak juga didukung oleh indikasi ekspor minyak mentah Iran jatuh lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.

Berdasarkan data Reuters, ekspor minyak mentah dan kondensat Iran pada Agustus ditetakan turun di bawah 70 juta barel untuk pertama kalinya sejak April 2017.

Banyak pembeli minyak mentah telah kurangi pesanan dari Iran, produsen terbesar ketiga di OPEC. Pengurangan itu jelang 4 November untuk sanksi AS.

Kepala produsen minyak negara Iran SOMO menuturkan, sanksi akan dorong kekurangan minyak mentah dan OPEC akan bahas kompensasi untuk penurunan pasokan.

 

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

2 dari 2 halaman

Kondisi Produksi Minyak di Negara Lain

Di Venezuela, produksi berkurang separuh sejak 2016. Di sisi lain produsen minyak negara yang dikelola PDVSA mengatakan telah menandatangani perjanjian investasi USD 430 juta untuk meningkatkan produksi sebesar 640 ribu barel per hari meski analis ragu apakah investasi terealisasi seiring ketidakstabilan yang sedang berlangsung.

Sementara itu, rencana ekspor awal sesama anggota OPEC Angola menunjukkan pengirimannya turun ke level terendah sejak Desember 2006 karena kurangnya investasi di infrastruktur semakin menua sehingga batasi produksi.

Meski pun ada risiko gangguan dari produsen OPEC, Bank of America Merrill Lynch mengatakan pasokan global bisa naik menjelang akhir tahun. Ini sebagian karena peningkatan produksi non-OPEC dari Kanada, Amerika Serikat dan Brazil.

Norwegia Equinor berencana kembangkan ladang minyak baru di Brazil. Selain itu meningkatkan produksi dari 90 ribu barel setara minyak per hari menjadi 300 ribu-500 ribu pada 2030.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â