Sukses

Kebijakan Campuran Sawit ke Solar Tak Ganggu Industri Otomotif

Kendaraan yang diproduksi industri tersebut masuk dalam kategori public service obligation (PSO) atau tidak diwajibkan untuk mengkonsumsi B20.

Liputan6.com, Yogyakarta - Penerapan kebijakan pencampuran CPO ke solar sebesar 20 persen atau B20 dinilai tidak akan mengganggu industri otomotif dalam negeri. Pasalnya, kendaraan yang diproduksi industri tersebut masuk dalam kategori public service obligation (PSO) atau tidak diwajibkan untuk mengkonsumsi B20.

"Terkait implementasi B20, untuk otomotif itu kan termasuk yang di PSO. Jadi yang didorong kan yang nonPSO seperti untuk industri, pertambangan. Industri sudah declare siap implementasikan B20," ujar Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika di Yogyakarta, Kamis (30/8/2018).

Dia mengungkapkan, sebenarnya tanpa perlu didorong, kendaraan yang produksi saat ini telah mampu mengkonsumsi B20. Sebab, solar yang tersedia di SPBU saat ini juga telah mengimplementasikan B20.

"Di pompa bensin itu sudah B20. Semua bus gunakan itu jadi tidak ada kendala. Itu semua sudah menjalankan," lanjut dia.

Jika ada laporan yang menyebut kendaraannya bermasalah akibat mengkonsumsi B20, menurut Putu sebenarnya kendaraan tersebut hanya membutuhkan adaptasi dengan bahan bakar ini.Pasalnya penggunaan konsumsi B20 akan merontokkan kotoran di mesin kendaraan, sehingga kotoran tersebut menyumbat saringan dan menyebabkan mesin bermasalah.

‎"Bagi yang baru (mengkonsumsi) itu jumlahnya tidak banyak, cuma mobil tertentu. Itu perlu perlu membiasakan. Karena biofuel ini membersihkan. Jadi yang kotor-kotor jadi tercampur dan masuk ke filter. Itu dibersihkan tiga kali saja sudah lancar lagi," tandas dia.

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

2 dari 2 halaman

PLN Siap Beli Biodiesel 20 Persen untuk PLTD

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) siap menggunakan bahan bakar biodiesel 20 persen atau B20 pada seluruh Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) milik PLN.

"Tahun ini mesin kami siap menyerap 2,2 juta kiloliter (dari Pertamina)," kata Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali, dan Nusa Tenggara PLN, Djoko Rahardjo Abu Manan usai melangsungkan rapat koordinasi terkait biodisel di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (23/8/2018). 

Djoko mengatakan, selama ini PLN memasok bahan bakar minyak dari tiga supplier. Yakni PT Pertamina (Persero), AKR Corporindo, dan PT Kutilang Paksi Mas (KPM).

Namun demikian, dalam penerapannya baru Pertamina yang mampu menyediakan B20. Oleh karena itu, dirinya berharap dengan ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2018, perubahan dari Perpres Nomor 61 Tahun 2015 tentang penghimpunan dan penggunaan dana perkebunan kelapa sawit, seluruh perusahaan produsen pemasok kebutuhan unsur minyak sawit dapat menerapkan kebijakan tersebut.

"Ini sudah ada Perpres 66 Tahun 2018, semua harus jual. Jadi kita tunggu," kata dia. 

Di tempat yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati juga mengatakan, pihaknya telah siap menjual B20 kepada PLN pada 1 September mendatang.

"Kami siap menjual dan PLN siap membeli," kata dia. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, penerapan B20 dapat berdampak pada penghematan devisa negara sekitar USD 5,5 miliar per tahun. Dengan asumsi Indonesia menggunakan B20 secara penuh pada PSO dan Non PSO.

"Dengan melaksanakan B20 untuk PSO dan non PSO paling tidak ada dua dampak positifnya. Satu penghematan devisa. Kalau sudah full B20 nya mudah-mudahan dalam waktu enggak lama beberapa bulan kita bisa mencapainya, itu setahun bisa menghemat USD 5,5 miliar," ujar Menko Darmin.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

 

 

 

Video Terkini