Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, bakal ada perombakan direksi di PT Pertamina Gas (Pertagas) seusai langkah akuisisi oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).
Namun begitu, ia belum bisa mengabarkan waktu dan perubahan susunan direksi Pertagas yang akan berlangsung.
"Tunggu saja, tunggu tanggal mainnya. Perubahan pasti ada, karena biar bagaimana nanti kan sudah menjadi holding. Pertamina sebagai holding migas tentunya kan Pertamina menjadi induknya. Tentunya harus ada perubahan sehingga itu benar-benar sudah menjadi satu kesatuan,"Â ujar dia di Jakarta, Senin (3/9/2018).
Advertisement
Baca Juga
Sebelumnya, PGN telah resmi mengambil alih 51 persen saham Pertagas dengan nilai akuisisi sebesar USD 1,2 miliar atau setara Rp 16,6 triliun.
Perseroan akan mencicil uang pembelian 51 persen saham Pertagas pada akhir September nanti. Adapun proses pembayaran bakal dilakukan melalui dua tahap.
"Tahap pertama 50 persen cash dari kas perseroan yang akan kita bayarkan di akhir September ini. 50 persen sisanya semester I 2019," jelas Direktur Utama PGN Jobi Triananda.
"Kita akan sekarang sedang melihat mana yang paling optimal dari sisi pembiayaannya, karena kita akan melakukan pinjaman," dia menambahkan.
Jobi juga memaparkan, PGN menyicil uang pembelian sebesar 51 persen tersebut lantaran adanya beberapa pertimbangan, seperti pengembangan infrastruktur.
"Kami juga punya banyak proyek yang butuh pembiayaan. Misalnya di Indonesia Timur, kami saat ini sedang menunggu tindak lanjut lelang PLN untuk LNG sampai Indon dia Tengah dan Timur. Kami bisa kembangkan infrastruktur baru tidak hanya di Jawa dan Sumatera saja, tapi juga menyentuh Sulawesi, Papua, serta kepulauan lain," tutur dia.
Â
Terbentuk Holding Migas, PGN Bisa Jadi Agregator Gas
Integrasi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Pertamina Gas  (Pertagas) sebagai proses Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Migas atau holding migas, merupakan momentum yang tepat bagi PGN untuk menjalankan fungsi agregator gas di Indonesia.
Direktur Komersial PGN, Danny Praditya mengatakan, dengan status PGN sebagai sub holding gas menjadi ujung tombak bisnis gas Pertamina. Hal itu membuat PGN memiliki portfolio yang komplit untuk menjalankan fungsi sebagai agregator gas.Â
"Dengan terbentuknya Holding BUMN Migas, maka pendapatan dari penjualan gas lapangan-lapangan tersebut akan terkonsolidasi ke Pertamina, sehingga nilai ekonomis dari sektor gas hulu ke hilir bisa masuk ke Pertamina. Untuk itu, kami akan bertindak sebagai penjualnya," kata Danny, di Jakarta, Jumat (3/8/2018).
Baca Juga
Dia mencatat, setidaknya ada tiga faktor yang bisa mendorong PGN mampu menjalankan mandat sebagai agregator gas. Pertama, pasokan dari sumber lapangan gas Pertamina, kini bisa dijual oleh PGN ke seluruh pelanggannya.Â
Sesuai pemetaan yang telah dilakukan tim dari Pertamina, PGN, dan Pertagas, setidaknya ada tujuh sumber gas baru yang bisa dipasarkan PGN, yaitu, gas Blok Mahakam yang mulai 1 Januari 2018 dialihkan pengelolaannya ke Pertamina.
Gas Blok Cepu yang diperkirakan bisa berproduksi secara komersial pada 2018, gas lapangan Puspa sebanyak 45-50 MMSCFDyang bisa dikomersialisasi tahun ini. Gas lapangan Cikarang Tegal Pacing sebanyak 15 MMSCFD, gas lapangan Salawati sebanyak 20 MMSCFD yang bisa dikomersialisasi mulai 2019.
Gas lapangan Bambu Besar sebanyak 10 MMSCFD yang juga bisa dikomersialisasi tahun depan, dan lapangan Simenggaris yang diperkirakan mampu memproduksi gas sebanyak 10 MMSCFD mulai 2021.
Advertisement