Liputan6.com, Jakarta - Industri yang berorientasi ekspor akan mendapatkan untung dari nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Wakil Ketua Kadin Urusan Timur Tengah dan OKI, Mohamad Bawazier mengatakan, industri ekspor RI mendapat manfaat atas depresiasi rupiah. Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS, menurut dia, dapat menambah devisa Indonesia dari produk-produk ekspor.
"Tentu store diuntungkan, kami  jual barang dalam dolar dan menambah income dolar dalam kesempatan ini. Jadi memang pelaku industri yang benar-benar berorientasi ekspor," tutur dia kepada Liputan6.com, Selasa (4/9/2018).
Advertisement
Baca Juga
"Dari income dolar ini, ujung-ujungnya balik ke devisa kita. Jadi menambah cadangan devisa RI. Makanya diharapkan jangan sampai orang timur tengahnya datang ke sini dan belanja sendiri," tambah dia.
Namun sebaliknya, kata Bawazier, industri yang masih bergantung atau ketergantungan bahan baku impor akan menelan pil pahit akibat anjloknya rupiah.
"Untuk bahan baku impor kita rugi, contoh pabrik atau produk kosmetik. Selama ini untuk bahan baku kosmetik kita masih impor. Jadi ini jelas menambah biaya," ujar dia.
Bawazier berharap agar pelemahan nilai tukar rupiah ini tidak berlanjut semakin buruk ke depannya.
"Sekarang memang sudah tembus Rp 14.900, tapi kami tentu berharap pemerintah dapat menekan ini dengan bekerjasama melibatkan banyak pihak. Kami tidak ingin Indonesia krisis seperti negara-negara lain," tutur dia.
Nilai tukar rupiah masih merosot terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah tembus 14.900 per dolar AS. Mengutip data Bloomberg, Selasa sore 4 September 2018, rupiah berada di kisaran 14.935 per dolar AS.
Sepanjang Selasa pekan ini, rupiah bergerak di kisaran 14.780-14.938 per dolar AS. Rupiah pun sudah melemah 10,18 persen sejak awal 2018.
Â
Rupiah Merosot, Kemenperin Pastikan Industri Kecil dan Menengah Masih Kuat
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi tidak buat industri kecil menengah (IKM) gulung tikar.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih.
"Belum ada yang sampai collapse (gulung tikar). Makanya kita mau bikin kebijakan menahan impor, terutama konsumsi," ujar Gati saat ditemui di KAUM, Jakarta, Selasa 4 September 2018.Â
Meski demikian, Gati tidak menampik pelemahan rupiah berdampak pada pendapatan sektor IKM yang menggunakan bahan impor. Namun, memasarkan produknya di dalam negeri. Sebaliknya, bagi industri yang memakai bahan baku impor untuk produk ekspor hal ini justru tidak terlalu terpengaruh.
"Bahan baku impor masih banyak yang digunakan IKM. IKM yang masih pakai bahan baku impor, itu pasarnya dalam negeri pasarnya pasti terpengaruh. Tetapi, IKM yang menggunakan bahan baku impor untuk ekspor, tidak," ujar dia.
Untuk industri berbahan baku impor namun berorientasi ekspor, pemerintah telah memberikan fasilitas KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor). Jika industri menggunakan fasilitas ini, pelemahan rupiah tidak akan berdampak besar pada pendapatan dan operasional.
"Kenapa? Karena kami punya program kerja sama dengan Bea Cukai yang namanya KITE. Di mana kalau dia impor bahan baku bea masuk nol. Enggak jadi masalah dolar naik, kenapa? Karena buat ekspor produknya," ujar dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Â
Advertisement