Liputan6.com, Jakarta Industri pembiayaan kendaraan bermotor mulai berharap pelemahan rupiah yang terjadi saat ini bisa segera berakhir. Sebab pelemahan tersebut berpotensi membuat harga kendaraan naik.
Direktur PT Mandiri Tunas Finance (MTF) Harjanto Tjitohardjojo mengatakan, sebenarnya hingga saat ini pelemahan rupiah belum berdampak terhadap pemintaan kendaraan. Namun jika terus melemah, pihaknya khawatir akan mengurangi keinginan masyarakat untuk memiliki kendaraan.‎‎
Advertisement
Baca Juga
"Sampai hari ini tidak ada (dampaknya). Cuma tantangan apakah kurs akan bergerak terus? Sebab risikonya harga kendaraan akan naik, otomatis orang mikir-mikir untuk beli. Tapi sampai sekarang tidak (ada dampaknya). Ini diler masih menahan harga (agar tidak naik)," ujar dia di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (4/9/2018).
Sebenarnya, yang diharapkan oleh para pelaku di industri ini bukan soal pelemahan atau penguatan rupiah, melainkan kestabilannya. Dengan demikian, pelaku industri bisa menyusun rencana bisnisnya dengan lebih baik.
"Harga kendaraan naik karena komponennya kan masih ada yang impor. Harapan kami rupiah ini stabil, sehingga kami bikin program lebih panjang. Soal tinggi rendahnya itu relatif. Waktu suku bunga 13 persen kita masih bisa jualan, tapi kalau suku bungan kecil memang kita bisa jualan lebih banyak," ungkap dia.
Namun demikian, Harjanto masih tetap optimis terhadap pasar otomotif Indonesia ke depannya. Sebab, saat ini rasio jumlah kendaraan di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara tetangga.
"Rasio pemilikan kendaraan di Indonesia baru 4 persen. Sedangkan di Malaysia sudah 11 persen. Makanya ‎selain di Jakarta, kita juga punya satelit (perwakilan) di daerah untuk bisa menjangkau masyarakat di sana," tandas dia.
Dolar AS Perkasa, Rupiah Tembus 14.900 pada Selasa Sore
Nilai tukar rupiah masih merosot terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa sore. Rupiah tembus 14.900 per dolar AS.
Mengutip data Bloomberg, Selasa sore (4/9/2018), rupiah berada di kisaran 14.935 per dolar AS.
Sepanjang Selasa pekan ini, rupiah bergerak di kisaran 14.780-14.938 per dolar AS. Rupiah pun sudah melemah 10,18 persen sejak awal 2018.
Baca Juga
Berdasarkan kurs referensi, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah 73 poin dari posisi 14.767 per dolar AS pada 3 September 2018 menjadi 14.840 per dolar AS pada 4 September 2018.
Dolar AS perkasa tak hanya terhadap rupiah pada Selasa pekan ini. Berdasarkan data RTI, dolar AS perkasa terhadap ringgit Malaysia sekitar 0,37 persen. Kemudian dolar AS menguat terhadap peso Filipina sebesar 0,04 persen.
Selain itu, dolar AS menguat terhadap yen sebesar 0,28 persen. Terhadap dolar Singapura, dolar AS menguat 0,37 persen. Kemudian dolar AS menguat terhadap baht Thailand sebesar 0,37 persen. Dolar AS menguat terhadap rupee India sebesar 0,44 persen.
Analis PT Binaartha Securities, Nafan Aji menuturkan, secara eksternal, minimnya sentimen positif dari domestik serta meningkatnya sentimen negatif dari eksternal antara lain perang dagang antara AS dengan China, krisis keuangan Turki, Venezuela, dan Argentina.
Selain itu ada sentimen kenaikan suku bunga the Federal Reserve pada September sebabkan rupiah melemah.
"Secara internal, melebarnya current account defisit sebesar 3,04 persen dari produk domestik bruto (PDB) turut memberikan sentimen negatif bagi pelemahan rupiah," ujar Nafan saat dihubungi Liputan6.com.
Mengutip laman Bloomberg, dolar AS melanjutkan kenaikan dalam empat hari ini seiring presiden AS Donald Trump mengancam akan menerapkan tarif barang impor China senilai USD 200 miliar.
Dengan kenaikan suku bunga, investor khawatir atas risiko di pasar negara berkembang makin mendalam termasuk kondisi fiskal di Argentina, defisit kembar Turki, pemilihan umum Brazil dan Rancangan Undang-Undang reformasi tanah Afrika Selatan.
"Tidak banyak yang membuat saya berpikir dolar AS seharusnya naik, tetapi ada banyak yang membuat saya gugup terhadap mata uang lainnya. Dolar AS sangat kuat dan kurang dukung suku bunga, tetapi mata uang lainnya lebih buruk," ujar Analis Societe Generale SA Kit Juckes.
Selain itu, indeks mata uang MSCI Inc turun untuk kelima kali dalam enam hari. Hal itu mendorong indeks tersebut berada di posisi penutupan terendah dalam lebih dari setahun.
Mata uang Afrika Selatan rands melemah usai data ekonomi menunjukkan resesi pada kuartal II 2018. Mata uang Turki lira juga merosot lantaran kekhawatiran bank sentral yang akan kembali keluarkan kebijakan moneter.
Obligasi Argentina berdenominasi dolar naik usai pengumuman Presiden Argentina Maurico Maci memaparkan langkah-langkah darurat membendung krisis.
Â
Advertisement