Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah merosot terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih mempengaruhi laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Analis masih meramalkan tren koreksi IHSG akan terjadi selama sepekan ini. Head of Research PT Reliance Sekuritas Indonesia, Lanjar Nafi Taulat mengatakan, IHSG belum menunjukan tren penguatan. Sinyal tersebut, menurut dia, sulit tercapai di tengah kuatnya sentimen pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.Â
"Kalau dilihat dari sentimen belum ada ya, lebih banyak sentimen negatif. Apalagi salah satunya neraca pembayaran kita defisit. Jadi untuk positif tampaknya belum ada tanda-tanda tersebut untuk menopang IHSG," tutur dia kepada Liputan6.com, Rabu (5/9/2018).
Advertisement
Baca Juga
Oleh karena itu, Lanjar menekankan, IHSG berpotensi berada di zona negatif dalam satu pekan ini. "Banyaknya sentimen negatif membebani investor asing untuk masuk di emerging market. Seperti ada krisis Argentina, Turki. Jadi potensi pelemahan indeks memang besar selama sepekan ini," ujar dia.
Dia menuturkan, pada Rabu pekan ini, Lanjar memproyeksikan IHSG akan berada di rentang pergerakan 5.800-5.950.
Oleh karena itu, Lanjar masih merekomendasikan saham-saham yang berorientasi ekspor antara lain PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Barito Pacific Tbk (BRPT), serta PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
IHSG Melemah 62,27 Poin pada Perdagangan Kemarin
Sebelumnya, gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di zona merah. Aksi jual investor asing dan sepi sentimen positif menekan IHSG.
Pada penutupan perdagangan saham, Selasa 4 September 2018, IHSG melemah 62,27 poin atau 1,04 persen ke posisi 5.905,30. Indeks saham LQ45 tergelincir 1,05 persen ke posisi 931,65. Seluruh indeks saham acuan kompak melemah.
Sebanyak 300 saham melemah sehingga menekan IHSG. 90 saham diam di tempat dan 86 saham menguat. Pada Selasa pekan ini, IHSG sempat berada di level tertinggi 5.978,73 dan terendah 5.889,09.
Total frekuensi perdagangan saham sekitar 280.115 kali dengan volume perdagangan 8,3 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 5,1 triliun. Investor asing jual saham Rp 312,98 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.798.
Sebagian besar sektor saham tertekan kecuali sektor saham barang konsumsi naik 0,26 persen. Sementara itu, sektor saham industri dasar merosot 2,45 persen, dan catatkan penurunan terbesar. Disusul sektor saham infrastruktur tergelincir 1,9 persen dan sektor saham tambang turun 1,33 persen.
Saham-saham yang menguat antara lain saham SQMI naik 16,95 persen ke posisi 276 per saham, saham TMPO mendaki 13,45 persen ke posisi 194 per saham, dan saham ANJT menanjak 10,17 persen ke posisi 1.300 per saham.
Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham MOLI melemah 18,14 persen ke posisi 970 per saham, saham MBTO merosot 13,29 persen ke posisi 137 per saham, dan saham NIKL susut 11,44 persen ke posisi 2.090 per saham.
Bursa saham Asia pun bervariasi. Indeks saham Hong Kong Hang Seng naik 0,94 persen, indeks saham Korea Selatan Kospi menguat 0,38 persen, indeks saham Shanghai menanjak 1,1 persen, indeks saham Singapura naik 0,10 persen dan indeks saham Taiwan menguat 0,52 persen.
Sementara itu, indeks saham Jepang Nikkei turun 0,05 persen dan indeks saham Thailand melemah 0,27 persen.
Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menuturkan, minimnya sentimen positif dari domestik serta meningkatnya sentimen negatif dari eksteral misalnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, krisis keuangan Turki, Venezuela dan Argentina menekan laju IHSG.
"Serta adanya sentimen kenaikan suku bunga the Federal Reserve pada bulan ini menyebabkan para pelaku pasar lebih cenderung memilih untuk wait and see. Akibatnya baik rupiah maupun IHSG mengalami pelemahan," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement