Sukses

Rupiah Melemah ke Posisi 14.927 per Dolar AS Imbas Turki dan Argentina

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah. Bahkan, di kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah sentuh 14.900 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah. Bahkan di kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah sentuh 14.900 per dolar AS.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank, rupiah melemah 0,58 persen ke posisi 14.927 per dolar AS pada Rabu (5/9/2018) dari periode Selasa, 4 September 2018 di posisi 14.840 per dolar AS.

Sementara itu, data Bloomberg, rupiah dibuka menguat terhadap dolar AS. Rupiah menguat 10 poin ke posisi 14.925 per dolar AS dari penutupan kemarin di posisi 14.935. Rupiah bergerak di kisaran 14.925-14.933 pada Rabu siang ini. Nilai tukar rupiah juga sudah merosot 10,17 persen sejak awal tahun.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menegaskan, pelemahan nilai tukar rupiah lebih didorong sentimen eksternal. Hal itu sebagai dampak dari kekhawatiran efek menularnya krisis keuangan di Turki dan Argentina terhadap negara berkembang.

"Sentimen cukup negatif di negara berkembang terutama di pasar keuangan mulai dari saham, obligasi. Perspektif investor global terhadap emerging market mulai dari Turki hingga Afrika Selatan berpotensi krisis buat kepanikan dan kekhawatiran," ujar Josua saat dihubungi Liputan6.com.

Sentimen kekhawatiran krisis Turki, Argentina dan Afrika Selatan berimbas terhadap negara berkembang yang alami defisit transaksi berjalan yang cenderung naik.

Defisit transaksi berjalan Indonesia tercatat 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir kuartal II 2018 atau sekitar USD 8 miliar.

Meski demikian, menurut Josua, kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih jauh lebih stabil dibandingkan ekonomi negara berkembang lainnya. "Ini bukan semata-mata faktor fundamental, tetapi sentimen. Dikhawatirkan ada penularan krisis, tetapi kondisi kita (Indonesia) sangat kuat," kata dia.

Josua menambahkan, Indonesia memiliki bantalan kuat mulai dari cadangan devisa dan suplai dolar AS. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), cadangan devisa Indonesia tercatat USD 118,31 miliar pada 31 Juli 2018.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah prioritaskan untuk jaga kestabilan nilai tukar rupiah. Pemerintah dan BI koordinasi untuk implementasi kebijakan yang dapat tekan defisit neraca transaksi berjalan.

Selain itu, diharapkan pemerintah dapat melakukan komunikasi dengan investor dan menjelaskan kalau kondisi ekonomi Indonesia lebih baik. Hal ini dilakukan agar mencegah aliran dana investor asing keluar dari Indonesia.

"Kebijakan kurangi impor barang tidak produktif seperti barang mewah. Bank Indonesia juga day to day intervensi di pasar dengan beli SUN. Imbal hasil SUN bertenor 10 tahun sudah 8,4 persen kalau tidak diintervensi bisa lebih besar. Ini dalam jangka pendek bisa menahan sentimen negatif yang berkembang," kata dia.

Josua menilai, jangan membandingkan kondisi nilai tukar rupiah pada 1998 dengan saat ini. Kondisi fundamental ekonomi Indonesia lebih kuat. “Kalau 1998 rupiah depresiasi sekitar 200 persen. Saat ini dari awal tahun rupiah bergerak di kisaran 13.800 sekarang sekitar 15 ribu, melemah 11 persen,” ujar dia.

Namun, memang upaya menstabilkan rupiah tetap diperlukan untuk menjaga sektor riil.

2 dari 2 halaman

DPR Kritik Rupiah Anjlok, Begini Jawaban Sri Mulyani

Sebelumnya, DPR mengkritik pemerintah karena kondisi rupiah yang saat ini menyentuh level 14.800 per Dolar Amerika Serikat (AS).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Hal tersebut dilakukan agar perubahan nilai tukar rupiah mencerminkan fundamental ekonomi yang menopangnya dan fleksibilitas rupiah dapat dikelola dan diserap perekonomian dengan baik.

"Kami akan terus mewaspadai pergerakan nilai tukar rupiah yang dipicu oleh sentimen global dan perubahan kebijakan negara Amerika Serikat," kata Menkeu Sri Mulyani di gedung DPR RI, Selasa (4/9/2018).

Selain itu, dia juga menegaskan BI dan OJK akan terus menjaga sistem keuangan dan fungsi intermediasi agar tetap stabil dan tahan terhadap guncangan global.

"Dalam rangka mitigasi dan antisipasi terhadap risiko nilai tukar rupiah, pemerintah dan BI akan menyiapkan dan memanfaatkan kerja sama regional dan global untuk memperkuat instrumen second line of defense," ujarnya.

Dia juga menjelaskan dalam konteks yang sangat dinamis, penetapan asumsi nilai tukar tahun 2019 menjadi tantangan yang tidak mudah karena harus mencerminkan kombinasi antara faktor fundamental yang menopang nilai rupiah, tapi juga harus antisipasif terhadap sentimen pasar yang mudah berubah.

Dia menyatakan pemerintah akan menggunakan seluruh instrumen kebijakan, baik instrumen fiskal maupun instrumen kebijakan struktural untuk terus melakukan penguatan struktur perekonomian Indonesia dengan memperkuat sektor industri manufaktur yang mampu menghasilkan devisa, dan mengurangi impor terutama impor barang konsumtif.

"Juga mendukung pariwisata, sehingga neraca perdagangan dan transaksi berjalan menjadi kuat," ujar dia.

Sementara itu, perbaikan iklim investasi juga dilakukan agar dapat menarik arus modal dari luar dengan tujuan untuk memperkuat neraca modal sehingga neraca pembayaran akan semakin kokoh yang akan menopang stabilitas nilai tukar rupiah.

"Pemerintah juga terus memperkuat basis investor dalam negeri dan melakukan pendalaman pasar keuangan, sehingga stabilitas nilai surat berharga pemerintah dapat dijaga."

Sebelumnya, anggota fraksi Partai Gerindra, Bambang Haryo mengkritik pemerintah yang selalu mengatakan bahwa kondisi ekonomi baik-baik saja, meski rupiah hampir mendekati level 15.000.

Padahal, menurutnya, kondisi itu sudah mengkhawatirkan terlebih saat ini impor pangan cukup tinggi. Seperti komoditas kedelai, jagung, gula, hingga beras.

"Hampir seluruh komoditas kita impor dan ini menurut saya terlalu memprihatikan dan selalu Pak Presiden menyampaikan kurs dolar terjadi menguat di beberapa negara. Memang benar, tapi kondisi di Indonesia yang terparah," kata Bambang di Gedung DPR RI, Selasa 4 September 2018.

Bambang meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan hal tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Di kehidupan masyarakat ini sangat memberatkan dan tolong Menkeu (Sri Mulyani) sampaikan kepada Presiden (Jokowi) agar impor dikurangin bukan malah ditambah," ujarnya.

Senada, Michael Wattimena anggota fraksi partai Demokrat menyampaikan pemikirannya mengenai kondisi rupiah saat ini.

Dia menjelaskan, Indonesia punya sejarah pahit mengenai krisis moneter yaitu yang terjadi 20 tahun silam tepatnya tahun 1998.

"Indonesia ini adalah negara yang besar, kita punya pengalaman yang pahit pada tahun 1998 di mana Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi," ujarnya.

Dia menegaskan, hal tersebut jangan sampai terulang kembali. Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah segera melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasinya. Sebab saat ini rupiah sudah mulai merangkak ke level 14.500.

"Kami sangat mencintai Indonesia dan memiliki pengalaman pahit di mana Indonesia mengalami krisis ekonomi," ujarnya.

Dia meminta pemerintah jujur dan terbuka mengenai kondisi ekonomi saat ini, yakni kondisi ekonomi global yang bergejolak selalu dituding menjadi penyebab rupiah terdepresiasi.

Padahal, kata dia, dalam nota keuangan yang disampaikan Presiden pada tanggal 16 Agustus 2018 terkait RAPBN 2019 Rupiah diasumsikan 14.400.

"Nilai tukar yang diasumsikan meningkat. Jadi kondisi ini, tolong Menkeu jelaskan secara jujur keadaan ekonomi saat ini. Sebab kita tidak ingin dalam situasi 1998 yang mengalami krisis ekonomi. Nota keuangan saja yang disampaikan oleh presiden, rupiah berada mendekati 14.800. Padahal hari ini sudah ingin mencapai 14.900, untuk itu saat ibu menjelaskan kami mohon ibu menjelaskan secara jujur. Saya pikir janganlah kita kaitkan masalah-masalah ini dengan negara lain yang tidak ada kaitannya," dia menandaskan.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini: