Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengakui, target pertumbuhan ekonomi 2018 akan sulit tercapai.
Darmin Nasution mengungkapkan, pesimisme tersebut muncul akibat kondisi ekonomi global yang tengah bergejolak.
"Kita sadar betul bahwa ekonomi dunia memang bergejolak, oleh karena itu kenaikannya pertumbuhan ekonomi itu pelan, mungkin di 2018 5,4 persen susah," kata Darmin di ruang rapat Banggar DPR RI, Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Advertisement
Baca Juga
Sebagai informasi, target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 5,4 persen.
Darmin memaparkan capaian hingga kuartal II 2018 memang cukup baik namun laju pertumbuhannya masih pelan. Dia meramalkan pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun berada di angka 5,3 persen.
"Kuartal-II pertumbuhan kita baik 5,27 persen. Tapi sampai akhir tahun kalau sudah 5,3 persen, bagus, tapi 5,2 rasanya masih OK," ujar dia.
Darmin mengatakan, tahun depan ekonomi global masih belum stabil. Oleh sebab itu dia prediksi pertumbuhan ekonomi 2019 berada di kisaran 5,3 persen.
"Tahun depan pemerintah merencanakn pertumbuhan 5,3 karena ekonomi dunia tetap belum pulih, bahkan beberapa bulan terakhir sejak Amerika mulai melakukan tekanan ke sana kemari dan melakulan perang dagang maka terjadi tambahan gejolak perekonomian dunia," ujar dia.
Â
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Â
Target Pertumbuhan Ekonomi
Sebelumnya, pemulihan ekonomi Indonesia diprediksi masih melambat tahun ini. Hingga akhir tahun pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya mampu mencapai angka 5,16 persen atau lebih rendah dari target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 5,4 persen.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Anton Gunawan mengungkapkan faktor pelambatan tersebut adalah ketimpangan kinerja ekspor dan impor sepanjang tahun ini.
Dia meyakini pertumbuhan ekspor diperkirakan cenderung datar ke depan berbanding terbalik dengan pertumbuhan impor yang dipastikan masih akan terus meningkat.
"Sementara investasi enggak cepat meningkat, bahkan cenderung melambat  ada koreksi di sektor infrastruktur, 5,73 persen pada Juni 2018 dari sebelumnya 6,94 persen Juni 2017,"  kata Anton dalam acara Macroeconomic Outlook di Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis 30 Agustus 2018.
Sementara itu, ekspor barang dan jasa pada kuartal II 2018 tercatat tumbuh sebesar 7,70 persen secara year on year (yoy) sementara impor barang dan jasa tumbuh 15,17 persen (yoy) dengan belanja rumah tangga yang masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Tercatat pada kuartal II 2018 belanja rumah tangga tumbuh 5,14 persen (yoy).
Dia mengungkapkan, salah satu penyebab lambatnya ekspor Indonesia adalah potensi harga minyak dan komoditas yang cenderung datar hingga tahun depan.
"Harga komoditas cenderung stagnan ke arah turun pada tahun depan," ujarnya.
Dalam kesempatan serupa, Ekonom Senior Bank Mandiri, Andry Asmoro menjelaskan komoditas ekspor utama Indonesia yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi adalah Crude Palm Oil (CPO) dan batu bara. Akan tetapi kedua komoditi primadona tersebut diramalkan harganya akan cenderung datar bahkan turun.
"Kalau CPO dan coal (batu bara) itu naik terus, bisa bantu pertumbuhan ekonomi, tapi perkiraannya tetap flat. Meski harga minyak masih di atas USD 70 per barel, tapi kelihatannya ke depan akan tetap flat," ujar dia.
Andry prediksi harga CPO diperkirakan sebesar RM 2.304 per metrik ton di 2018, dan tumbuh tipis menjadi RM 2.379 di 2019. Sementara harga batu bara diperkirakan sebesar USD 108,25 per metrik ton di 2018 dan menjadi USD 98,16 per metrik ton di 2019.
"Ini nanti dampaknya, peluang tumbuh lebih cepat bagi Indonesia jadi terhalang, karena sumber ekonomi dari harga komoditas."
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement