Liputan6.com, Jakarta - Tak hanya akan membatasi impor barang konsumsi yang dipesan secara langsung, pemerintah juga akan memperketat masuknya barang-barang impor yang dibeli melalui situs jual beli online (e-commerce).
Hal tersebut akan diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan (Kemendag), Karyanto Suprih mengatakan, kebijakan tersebut dilakukan guna melindungi konsumen dalam negeri.
Advertisement
Baca Juga
Sebab selama ini banyak produk impor yang dibeli melalui e-commerce tidak memiliki kejelasan soal prosen dan asal negaranya.
"Kita ingin tahu yang diperjualbelikan jelas barang apa dan dari mana. Itu untuk mengatur supaya produsen barang itu tertib dan konsumen terlindungi. Bisa saja sudah pesan barang, sudah dibayar, tapi barang tidak sesuai," ujar dia di kawasan Cikini, Jakarta, Pusat, Rabu (5/9/2018).
Sejalan dengan itu, lanjut Karyanto, pemerintah juga akan mendorong e-commerce untuk lebih banyak menjual produk-produk lokal.
Sebab, dari seluruh produk yang dijual di e-commerce, sebagai besar merupakan barang impor. Sedangkan yang berasal dari dalam negeri hanya sekitar 9 persen saja.
"Justru itu sekarang mau diatur supaya mereka menjual barang-barang dalam negeri. Kalau bisa 100 persen (produk lokal), kita maunya kan gitu. Cuma, ini justru kita harus mengkampanyekan kepada anak-anak Indonesia untuk gunakan produk dalam negeri," ujar dia.
Sebagai langkah awal, saat ini Kemendag telah meminta para pelaku e-commerce untuk mencatat setiap transaksi terutama yang barangnya berasal dari negara lain.
Hal ini agar pemerintah memiliki data yang lebih akurat barang-barang impor apa saja yang banyak diperjualbelikan secara online.
"Untuk membuat laporan, itu sudah kewajiban setiap pelaku usaha. Dari laporan itu, nantinya kami akan buat kebijakan. Bagaimana mengawasinya dengan lebih ketat," ungkap dia.
Saat ini, sejumlah aturan di kementerian dan lembaga (K/L) terkait telah diharmonisasi untuk mendukung RPP ini. Karyanto berharap RPP ini bisa segera diterbitkan pada tahun ini.
"Pembahasan sudah beberapa kali, sudah menemukan titik temu (antar kementerian dan lembaga). Sudah diharmonisasi antar kebijakan. RPP targetnya tahun ini kalau bisa," tutur dia.
Pembatasan 500 Komoditas Impor Terbanyak untuk Barang Konsumsi
Sebelumnya, Pemerintah tengah mengkaji untuk membatasi impor pada 500 komoditas. Hal itu bertujuan untuk mengendalikan nilai tukar rupiah dan defisit transaksi berjalan.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyebutkan dari 500 komoditas tersebut sebagian besar yang akan dikurangi adalah impor konsumsi.
"Akan di-review lagi dan kebanyakan barang konsumsi," kata Menperin Airlangga saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 16 Agustus 2018.
Sementara itu, impor bahan baku dan barang modal tidak akan banyak yang dibatasi. "Bahan baku tentu tidak dipersulit ya dan juga barang modal," ujar dia.
Menperin Airlangga menegaskan untuk memenuhi kebutuhan saat ini bisa dimaksimalkan penggunaan produk dalam negeri melalui substitusi impor.
Sementara untuk bahan baku, saat ini memang masih banyak yang terpaksa harus didatangkan dari luar sebab belum tersedia di dalam negeri.
"Subtitusi impor kan harus ada barang yang sudah ada di dalam negeri. Nah, itu kita dorong untuk beli di dalam negeri. Tapi kalau barang yang masih diperlukan untuk bahan baku industri, tentu tidak dipersulit," dia menandaskan.
Dia mencontohkan, untuk bahan baku berupa plastik sudah ada pabrik di dalam negeri. Selain itu, bahan kimia untuk kebutuhan industri farmasi yang saat ini impornya cukup tinggi akan diupayakan segera tersedia di dalam negeri.
"Kita sudah ada, kalau subtitusi impor kita bikin pabrik. Misalnya bahan baku plastik. Kan ada 2 pabrik. Bahan kimia kita lihat bahan untuk farmasi. Nah tentu itu akan didorong juga," dia menandaskan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement