Sukses

Rupiah Menguat, Tinggalkan Level 14.900 per Dolar AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah masih berada di kisaran 14.875 per dolar AS hingga 14.890 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat kembali pada perdagangan Kamis pekan ini setelah dari awal pekan terus tertekan. Penguatan rupiah ini menyusul pertanyaan dari salah satu pejabat Bank Sentral AS  atau the Federal Reserve (the Fed).

Mengutip Bloomberg, Kamis (6/9/2018), rupiah dibuka di angka 14.875 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.938 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah masih berada di kisaran 14.875 hingga 14.890 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 9,85 persen.

Adapun berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok 14.891 per dolar AS, menguat jika dibanding dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.927 per dolar AS.

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail mengatakan, mata uang dolar AS bergerak melemah terhadap beberapa mata uang dunia seperti euro dan pound sterling menyusul pernyataan Presiden The Fed St Louis James Bullard bahwa The Fed harus menghentikan kenaikan tingkat suku bunga.

"Risiko perang dagang dan data ekonomi yang belum cukup kuat menjadi salah satu alasan bagi pejabat The Fed itu untuk menghentikan kenaikan suku bunga," paparnya seperti dikutip dari Antara. 

Di tengah situasi itu, mata uang rupiah diuntungkan. Namun, masih adanya risiko yang tinggi bagi mata uang negara-negara berkembang akibat krisis keuangan yang terjadi Argentina, Turki, dan Afrika Selatan dapat menahan apresiasi rupiah.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Penguatan Terbatas

Analis Valbury Asia Futures, Lukman Leong mengatakan pelaku pasar uang masih dibayangi sentimen negatif eksternal sehingga pergerakan positif rupiah diperkirakan masih cenderung terbatas.

"Prospek jangka pendek, mata uang negara berkembang masih negatif karena sentimen perang dagang," katanya.

Ia mengharapkan prospek makro ekonomi Indonesia yang masih kuat dapat mendorong investor kembali masuk untuk mengakumulasi aset berdenominasi rupiah.