Sukses

Jurus Pengusaha Antisipasi Depresiasi Rupiah

Pengusaha menyatakan depresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini bukan sesuatu yang mengkhawatirkan.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha menyatakan depresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini bukan sesuatu yang mengkhawatirkan. Meski demikian, depresiasi ini perlu diantisipasi agar tidak merugikan dunia usaha.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional, Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terjadi saat ini tidak sama dengan saat krisis moneter 1998. Jadi pengusaha tidak terlalu khawatir akan hal ini.

"Ini bukan krisis yang sama seperti 1998. Jadi mungkin kita tidak perlu khawatir seperti itu," ujar dia di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Jumat (7/9/2018).

Dia menuturkan, saat ini para pelaku usaha juga telah mengantisipai terkait pelemahan nilai tukar rupiah. Salah satunya dengan efisiensi.

‎"Pelaku usaha punya strategi dalam negeri. Tapi efisiensi itu pasti akan ada pengaruhnya. Ada yang mengatakan pengetatan ikat pinggang, jelas ada. Kita harus mengantisipasi mungkin proyek-proyek tidak bisa terlalu ekspansif. Pemerintah sendiri mengerem jadi pasti ada dari segi pengereman dan pengendalian proyek-proyek tidak bisa berjalan seperti normal," kata dia.

Selain itu, dengan ada depresiasi ini, kata Shinta, para pengusaha juga mulai melakukan lindung nilai (hedging) terutama untuk utang luar negerinya. Hal ini diharapkan bisa menekan dampak dari depresiasi terhadap keuangan perusahaan.

"Jadi ini sekarang sudah mulai kelihatan perusahaan banyak yang antisipatif, hedging sudah dilakukan. Ini saya rasa sama-sama harus kita lalui," ujar dia.

2 dari 2 halaman

Rupiah Menguat, Sri Mulyani Pastikan Pemerintah Tetap Jaga

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) bergerak menguat di perdagangan Kamis, 6 September 2018. Rupiah bahkan sudah tak lagi bertengger di level 14.900-an per USD.

Mengutip data Bloomberg, Kamis pagi rupiah dibuka di level 14.875 per USD atau menguat dibanding penutupan perdagangan kemarin yang sempat menyentuh 14.938 per USD. Usai pembukaan, rupiah melemah tipis ke level 14.890 per USD.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, meski ada penguatan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), pemerintah tetap akan terus mewaspadai. Sebab, ketidakpastian gejolak perekonomian dunia masih akan terjadi.

"Ini sesuatu yang akan terus kita hadapi ketidakpastian ini tapi kita akan tetap menjaga," kata Sri Mulyani saat ditemui di Jakarta Convention Center (JCV) Senayan, Jakarta, Kamis 6 September 2018.

Sebelumnya, President ASEAN International Advocacy, Shanti Ramchand Shamdasani mengatakan, meski rupiah sama-sama terdepresiasi, saat ini kondisi keuangan nasional masih bagus. Buktinya, perbankan di dalam negeri tidak terdampak pelemahan rupiah seperti yang terjadi pada 1998.

"Ini sama (terdepresiasi) tapi makna beda. Tahun 1998 dulu banking system-nya juga jatuh, banyak bank tutup, banyak yang merger dan lain-lain," ujar dia di Jakarta, Kamis (6/9/2018).

Dia menuturkan, depresiasi rupiah yang terjadi saat ini disebabkan oleh dua hal, ketidaksiapan pemerintah dalam mengantisipasi perkembangan ekonomi digital. Kedua, perang dagang yang dipicu oleh kebijakan Amerika Serikat.

"Sekarang berbeda karena trigger-nya dua. Pertama banking system, mereka tidak antisipasi ekonomi digital sampai begitu berkembang. Lalu trade war di mana upaya mengkaji ulang perjanjian bilateral yang sedang dilakukan AS dan negara lain," kata dia.

Sementara itu, Ketua Progres 98 Faizal Assegaf menyatakan, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap USD yang mendekati psikologis baru Rp 15 ribu masih dalam batas kewajaran.

"Masalah rupiah ini seharusnya menjadi tanggung jawab negara dan seluruh rakyat. Sampai sejauh ini, gejolak rupiah masih dalam batas kewajaran," ungkap dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: