Sukses

Pengusaha Simpan Devisa Ekspor di RI Bakal Perkuat Rupiah

Pemerintah dinilai harus segera menyiapkan obat untuk mengatasi merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai harus segera menyiapkan obat untuk mengatasi merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Ekonom Senior, Anwar Nasution menyatakan pemerintah harus segera menyiapkan strategi jangka pendek dan jangka panjang untuk perkuat nilai tukar rupiah.

"Jangka pendek ini penting. Sama dengan kau sakit panas temperatur hampir 40 derajat celcius, maka obat yang paling ampuh di situ bukan lagi panadol bukan lagi peracetamol, jamu masuk, tapi antibiotik yang paling kuat. Ini supaya turun," kata Anwar dalam sebuah acara diskusi di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9/2018).

Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tersebut menegaskan salah satu antibiotik ampuh saat ini adalah memaksa para pengusaha membawa pulang Devisa Hasil Ekspor (DHE), terutama yang selama ini diparkir di luar negeri.

"Kalau sekarang itu harus lakukan capital control, dipaksa itu para eksportir-eksportir itu taruh uangnya sementara di Indonesia," ujar dia.

Agar pengusaha tersebut tertarik, lanjutnya, harus diberi penawaran menarik dalam bentuk bunga. Selain itu, agar devisa hasil ekspornya berbuba, bisa disimpan dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang baru-baru ini kembali dikeluarkan oleh BI setelah beberapa tahun sempat dihentikan.

"Bunga SBI mahal ya. Supaya rupiah itu mereda (simpan DHE dalam bentuk SBI)," ujar dia.

Anwar menegaskan pengusaha jangan hanya diimbau untuk menaruh DHE di tanah air, melainkan harus sudah dipaksa. "Dipaksakan, jangan hanya imbauan. Ah imbau-imbau tidak ada itu. Paksakan," tegas dia.

Paksaan tersebut juga menurut dia bisa dituangkan dalam suatu bentuk peraturan sehingga akan mengikat para eksportir untuk menaruh DHE mereka di dalam negeri.

"Dipaksa mereka naruh uangnya dalam bentuk SBI, masukkan ke BI sana. Itu yang harus dilakukan supaya mengendap disini beberapa bulan, jangan ada hasil ekspor masuk Singapura atau Hongkong. Emangnya jaman VOC (penjajahan) itu nanam tembakau di Jawa Tengah, uangnya taruh di Belanda,” ujar dia

Setelah itu, Anwar menyatakan upaya-upaya untuk mendongkrak ekspor bisa dilakukan maksimal. Sebab, ekspor tidak bisa dilakukan secara instan.

"Ekspor tidak gampang untuk kelapa sawit saja perlu 5 tahun. Untuk ekspor kerudung (tekstil) perlu menjahit, enggak gampang," tutur dia.

Seperti diketahui, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah menguat tujuh poin ke posisi 14.884 per dolar AS pada 7 September 2018 dari periode Kamis 6 September 2018 di kisaran 14.891 per dolar AS.

Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg,rupiah menguat ke posisi 14.820 per dolar AS. Bahkan saat pembukaan, rupiah menguat 25 poin dari 14.893 pada penutupan kemarin ke posisi 14.868 per dolar AS. Rupiah pun bergerak di kisaran 14.820-14.907 per dolar AS sepanjang Jumat pekan ini. 

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Rupiah Merosot Jadi Momen Dongkrak Ekspor

Sebelumnya, kondisi nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat dinilai bukan hanya menjadi mimpi buruk bagi Indonesia. Kondisi saat ini bisa jadi momentum yang menguntungkan.

Pengusaha sekaligus mantan Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel mengungkapkan, kondisi saat ini seharusnya dimanfaatkan untuk mendongkrak ekspor sebanyak-banyaknya sebab rupiah yang bisa didulang akan menjadi lebih besar nilainya.

Apalagi, Indonesia bukan kali pertama menghadapi kondisi rupiah tertekan. Seharusnya kondisi-kondisi di masa lalu dapat dijadikan pengalaman yang berharga dalam menghadapi kondisi serupa.

"Sekarang ini momentum, kejadian sekarang ini kalau rupiah melemah kita sudah mengalami bukan pertama kali sudah mengalami tahun 97 kita alami. Di samping itu kita juga sudah mengalami devaluasi jadi ini bukan hal yang baru," kata Rachmat dalam sebuah acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 8 September 2018.

Dia melanjutkan, saat ini seharusnya Indonesia bisa memanfaatkan kondisi rupiah melemah untuk mengeruk untung dengan cara meningkatkan ekspor.

"Sekarang adalah bagaimana memanfaatkan kalau untuk saya ini peluang sebetulnya sebagai pengusaha ini peluang. Bagaimana kita bisa dorong ekspor kita dari Indonesia," ujar dia.

Namun, hal itu tentu saja tidak mudah. Dia menyebutkan, pemerintah perlu turun tangan membantu pengusaha menghadapi kendala-kendala ekspor yang kerap terjadi.

"Tentu untuk bisa mendorong ekspor kita apa hambatan-hambatan yang dihadapi para pengusaha. Nah ini yang menurut saya kalau saya sebetulnya tidak terlampau khawatir dengan masalah ini (pelemahan Rupiah),” ujar dia.

Namun demikian, dia juga mengungkapkan kondisi yang terjadi saat ini, pasar domestik diserang banyak produk impor mulai dari yang legal hingga ilegal.

Dia berharap, pemerintah bisa memeprhatikan kondisi tersebut dengan cara merangkul UKM untuk meningkatkan produksi dan ekspor-nya. "Melindungi industri dalam negeri khsusnya industri kecil menengah,” kata dia.

Dalam kesempatan serupa, Suryani SF Motik selaku Wakil Ketua Umum KADIN (Kamar Dagang Industri) mengeluhkan hal yang sama. Produk impor merajai hampir separuh dari pasar niaga elektronik atau e-commerce dalam negeri.

"Online itu produknya mayoritas 70 persen 80 persen produk China, jarang sekali produk-produk UKM yang muncul di online mulai dari blibli.com, bukalapak dan sebagainya mayoritas produk-produk China," ujar dia.

Dia berharap, pemerintah bisa memberi insentif atau bantuan untuk para pengusaha dalam negeri untuk meningkatkan ekspor. Salah satunya dengan cara membuka pasar baru misalnya ke negara-negara Afrika. Ekspor ke negara tersebut, lanjutnya, tidak sesulit birokrasi ekspor ke negara lain seperti Amerika Serikat.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: