Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) selama sepekan mendapat banyak sorotan. Ini karena nilainya melemah, bahkan sempat menyentuh angka 14.900 per dolar AS.
Bank Indonesia (BI) selalu menegaskan akan selalu ada di pasar demi menjaga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selalu sesuai dengan fundamentalnya.
Lalu, berapa nilai tukar fundamental itu? Direktur Eksekutif Economic Action (ECONACT) Indonesia Ronny P Sasmita coba menghitungnya. "14.800 per dolar AS itu level psikologis untuk turun, kalau tembus bisa ke 14.500-14.600 an per dolar AS," kata Ronny kepada Liputan6.com, Minggu (9/9/2019).
Advertisement
Baca Juga
Sementara jika dimasukkan indikator ekonomi Indonesia saat ini, memang nilai fundamentalnya, Ronny menilai berada di kisaran 14.500 per dolar AS.
Lalu apakah rupiah bisa kembali menguat ke angka itu? Banyak hal yang menurut Ronny sebagai penentunya. Untuk dalam negeri, kombinasi kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah dalam mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan dan perdagangan bisa menjadi salah satunya.
Namun hal itu diperkirakan tidaklah mudah, mengingat data ekonomi AS juga menunjukkan angka yang positif. Degan demikian potensi penguatan dolar AS diperkirakan masih berpeluang.
"Data-data ekonomi Amerika makin bagus, peluang kenaikan suku bunga makin besar. Tahun ini masih ada sekali sampai dua kali lagi peluang menaikan suku bunga the fed. Artinya risiko pelemahan rupiah masih tinggi," pungkas dia.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah menguat tujuh poin ke posisi 14.884 per dolar AS pada 7 September 2018 dari periode Kamis 6 September 2018 di kisaran 14.891 per dolar AS.
Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg,rupiah menguat ke posisi 14.820 per dolar AS. Bahkan saat pembukaan, rupiah menguat 25 poin dari 14.893 pada penutupan kemarin ke posisi 14.868 per dolar AS. Rupiah pun bergerak di kisaran 14.820-14.907 per dolar AS sepanjang Jumat pekan ini. (Yas)
Rupiah Merosot Jadi Momen Dongkrak Ekspor
Sebelumnya, kondisi nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat dinilai bukan hanya menjadi mimpi buruk bagi Indonesia. Kondisi saat ini bisa jadi momentum yang menguntungkan.
Pengusaha sekaligus mantan Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel mengungkapkan, kondisi saat ini seharusnya dimanfaatkan untuk mendongkrak ekspor sebanyak-banyaknya sebab rupiah yang bisa didulang akan menjadi lebih besar nilainya.
Apalagi, Indonesia bukan kali pertama menghadapi kondisi rupiah tertekan. Seharusnya kondisi-kondisi di masa lalu dapat dijadikan pengalaman yang berharga dalam menghadapi kondisi serupa.
"Sekarang ini momentum, kejadian sekarang ini kalau rupiah melemah kita sudah mengalami bukan pertama kali sudah mengalami tahun 97 kita alami. Di samping itu kita juga sudah mengalami devaluasi jadi ini bukan hal yang baru," kata Rachmat dalam sebuah acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 8 September 2018.
Dia melanjutkan, saat ini seharusnya Indonesia bisa memanfaatkan kondisi nilai tukar rupiah melemah untuk mengeruk untung dengan cara meningkatkan ekspor.
"Sekarang adalah bagaimana memanfaatkan kalau untuk saya ini peluang sebetulnya sebagai pengusaha ini peluang. Bagaimana kita bisa dorong ekspor kita dari Indonesia," ujar dia.
Namun, hal itu tentu saja tidak mudah. Dia menyebutkan, pemerintah perlu turun tangan membantu pengusaha menghadapi kendala-kendala ekspor yang kerap terjadi.
"Tentu untuk bisa mendorong ekspor kita apa hambatan-hambatan yang dihadapi para pengusaha. Ini yang menurut saya, sebetulnya tidak terlampau khawatir dengan masalah ini (pelemahan Rupiah)," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement