Sukses

KLHK Sebut Ada 8.683 Titik Penambangan Ilegal di RI

Penambangan tak berizin berdampak pada kehilangan penerimaan negara sebesar Rp 38 triliun per tahun khusus untuk tambang emas.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) membahas mengenai pertambangan tanpa izin bersama dengan Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Hadir dalam RDP kali ini yakni, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Dirjen PPKL) KLHK, Karliansyah, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun Bermasalah (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, serta Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani.

Dirjen PPKL, KLHK, Karliansyah mengungkapkan, ada sekitar 8.683 titik telah terindikasi pertambangan ilegal dengan luas 500 ribu hektare (Ha). Menurutnya, ketidakpemilikan atas izin pertambangan tersebut terjadi dibeberapa daerah Indonesia.

"Ada 8.683 titik yang diduga (penambangan ilegal)," ungkapnya di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (10/9).

Karliansyah mengatakan, dari hasil verifikasi di 352 lokasi jenis aktivitas tambang pasir dan batu sebanyak 37 persen, kemudian emas mencapai 25 persen. Jumlah itu, terdapat di seluruh provinsi kecuali DKI Jakarta. Adapun sebanyak 84 persen lokasi masih aktif, sementara 16 persen lokasi tidak aktif atau sedang dilakukan pemulihan.

"Sepanjang tambang rakyat dan tanah negara itu yang kami pulihkan. Di Gunung Kidul misalnya kami pulihkan menjadi pasar ekoligis. 152 pedagang setiap malam di situ. Bangka Belitung dijadikan argo edu wisata," tambahnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Tanah Negara

Dirinya pun menyebut, secara status lahan, sebanyak 52 persennya merupakan tanah milik. Kemudian tanah negara mencapai 31 persen, hutan konservasi 2 persen, hutan lindung 9 persen, serta hutan produksi 6 persen.

"Pemulihan kerusakan pada tanah milik membutuhkan kebijakan khsusu terkait alokasi penggunaan anggaran negara atau CSR," sebutnya.

Karliansyah menyatakan, dari penambangan tak berizin itu, berdampak pada kehilangan penerimaan negara sebesar Rp 315 miliar per tahun, Rp 38 triliun per tahun untuk emas. Tak hanya itu, pencemaran dan kerusakan terhadap lingkungan juga akan terjadi.

Reporter: Dwi Aditya Putra 

Sumber: Merdeka.com