Sukses

90 Persen Perusahaan Sudah Lakukan Lindung Nilai

Bank Indonesia berupaya untuk mengembangkan berbagai produk hedging sehingga lebih banyak lagi korporasi yang tertarik melakukan lindung nilai.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia, Doddy Zulverdi mengatakan jumlah korporasi yang menjalankan strategi lindung nilai alias hedging makin bertambah. Hingga saat ini, tercatat 90 persen perusahaan yang memiliki utang luar negeri sudah melakukan hedging.

"Yang jelas dari seluruh 2.800 sampai 2.900 perusahaan yang wajib lapor, karena memiliki utang luar negeri kepada BI. Itu mayoritas sudah 90 persen sudah hedging," kata dia saat ditemui, di Jakarta, Senin (10/9/2018).

Bank Indonesia, kata dia, akan terus berupaya mendorong berbagai pihak untuk melakukan hedging. Sebab hedging akan sangat membantu korporasi dalam menghadapi dampak ketidakpastian perekonomian global, seperti depresiasi rupiah.

"Hedging itu sama kayak asuransi. Orang mana sih yang bisa memastikan kapan dia kena celaka dan kena musibah tapi yang penting dia harus meng-cover risikonya," jelasnya.

Bank Indonesia pun akan berupaya untuk mengembangkan berbagai produk hedging sehingga lebih banyak lagi korporasi yang tertarik melakukan lindung nilai.

Yang perlu dilakukan bagaimana mendorong semua pihak terutama yang memiliki risiko nilai tukar. Itu haru berusaha mengasuransikan risikonya dengan hedging," ujar Dodi.

"Makanya BI selalu berusaha agar instrumen hedging bertambah. Supaya makin murah dan makin banyak," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Ini Penyebab dan Solusi buat Redam Pelemahan Rupiah versi Pengamat

Nilai tukar rupiah terus merosot di kisaran Rp 14.800 hingga hari ini. Volatilitas nilai tukar diprediksi dapat menjadi lebih parah dari posisi ini.

Berbincang dengan Liputan6.com, Pengamat ekonomi Asian Development Bank Eric Sugandi memaparkan beberapa solusi yang dapat dilakukan pemerintah terkait depresiasi rupiah.

Meski beberapa ekonom menekankan sentimen eksternal, kata Eric, sentimen dalam negeri (internal) turut serta berkontribusi pada pelemahan nilai tukar, terutama defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Dia menegaskan, baik sentimen eksternal maupun internal memainkan peran besar pada volatilitas mata uang rupiah. Termasuk didalamnya, bagaimana perusahaan tidak menyeluruh melakukan lindung nilai (hedging) terhadap nilai tukar.

Lantas, apa saja penyebab anjloknya mata uang rupiah? Dan apa yang menjadi solusi bagi pemerintah untuk jangka pendek dan jangka panjang? Berikut penjelasan Eric Sugandi:

Penyebab depresiasi rupiah

A. Sentimen eksternal

1. The Great Rotation 2008

Kata Eric, tahun 2008-2009, the great rotation atau rotasi besar menimpa RI di mana banyak dana asing masuk ke emerging market, tak terkecuali Indonesia sendiri.

"Waktu itu bursa saham kita juga lagi kolasp, sehingga banyak investor yang masuk dan melihat kondisi ini mereka berpikir sudah waktunya keluar atau take profit," ujarnya

2. Kenaikan Suku Bunga Bank Sentral The FED

"Normalisasi suku bunga bank sentral, kan suku bunga the FED akan naik 2 kali lagi. Sebentar lagi juga akan ada FOMC meeting, itu pengaruhi rupiah," ungkap dia.

3. Krisis keuangan Emerging Market (Argentina dan Turki).

"Apakah rupiah bisa Rp 15 ribu, ya bisa tembus tapi mungkin kisarannya di Rp 14.700 - Rp 15.000," tegas dia.

 B. Sentimen Internal

1. Current Account Deficit  (CAD)

2. Kepemilikan asing di surat utang dan saham

"Kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) ini 30-40 persen asing, sedangkan bursa saham dibawah 50 persen tapi ini berpengaruh saat mereka keluar dari Indonesia," kata dia.

3. Distribusi likuditas valuta asing (valas) yang tak merata

"Ini kebanyakan bank-bank di buku IV, jadi kalau mereka butuh lukuiditas mereka biasanya jadi kelabakan mencari," ujarnya.

4. Perusahaan tak lakukan hedging

"Korporasi ini parsial yang melakukan lindung nilai (hedging), nggak semuanya," pungkas Eric.

Solusi 

Untuk jangka pendek, Eric menekankan agar pemerintah atau Bank Indonesia untuk terus melakukan intervensi pasar. Ia juga menyarankan agar BI kembali menaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps lagi. Tak hanya itu, ia juga menyarankan untuk BI intervensi di pasar obligasi.

"BI bisa intervensi surat utang, mereka bisa membeli ketika ada aksi jual," ujarnya.

Sedangkan untuk jangka panjang, pemerintah dinilai telah melakukan pembenahan struktural seperti kebijakan perluasan penggunaan B20 serta pembatasan komoditas impor.

 
 
Video Terkini