Liputan6.com, Jakarta Produsen ponsel dalam negeri turut terkena imbas dari pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir. Namun demikian, sebagian besar produsen telah memiliki strategi agar harga jual ponselnya tidak naik, namun tetap mendapatkan keuntungan.
Ketua Umum Gabungan Elektronik Indonesia (Gabel) Ali Subroto mengatakan, pelemahan rupiah memang sangat terasa dampaknya kepada produsen elektronik, khususnya ponsel. Sebab, sebagian komponen masih harus diimpor dari negara lain.
"Karena menggunakan komponen impor, itu tergantung dolar, maka akan meningkatkan biaya produksi. Jadi kalau rupiah melemah, biaya produksi meningkat," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (12/9/2018).
Advertisement
Namun demikian, lanjut dia, hal seperti ini bukan pertama kali terjadi. Oleh sebab itu, para produsen telah memiliki strategi sendiri dalam menghadapi depresiasi rupiah ini.
"Tapi ini bukan pertama kali, sejak dulu sudah sering mengalami hal ini. Jadi otomatis idealnya dibebankan kepada pasar, tapi masalahnya pasar belum tentu bisa terima. Jadi tergantung model bisnisnya (dari produsen)," jelas dia.
Ali menyatakan, jika ingin mendapatkan pangsa pasar lebih besar, biasanya produsen lebih memilih untuk mengurangi keuntungan dengan tidak menaikkan harga jual produknya. Namun jika ada juga produsen yang mengeluarkan model baru untuk dengan harga baru yang lebih mahal.
"Kalau masih punya stok lama banyak, dia masih bisa jual dengan harga lama. Atau kalau dia mau mengambil pangsa pasar, dia korbankan (keuntungan) untuk mengambil pangsa pasar. Tapi biasanya pada periode tertentu dia akan menaikkan harga sebagian. Atau kalau ada dia model baru, dia keluarkan dengan harga baru," tandas dia.
Tenangkan Pasar Keuangan, Jokowi Disarankan Sapa Investor
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belakangan menjadi sorotan karena terus mengalami tekanan. Beberapa ekonom mengatakan pelemaham rupiah ini terjadi karena adanya capital outflow ke AS seiring perbaikan ekonomi negeri Paman Sam itu.
Akibatnya, baik Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah, harus memutar otak supaya bisa menahan arus keluarnya dana-dana asing dari Indonesia. Maklum, sebagai negara berkembang, pasar keuangan Indonesia sangat tergantung dari aliran modal asing.
Direktur Eksekutif Economic Action (ECONACT) Indonesia Ronny P Sasmita mengatakan, tidak hanya reformasi kebijakan demi menguatkan rupiah terhadap dolar AS, dia meminta pemerintah juga memperhatikan faktor psikologis para pemilik dana ini.
Baca Juga
"Saya melihat pergerakan belakangan, persoalannya bukan hanya soal policy dan goverment response on policy, tapi sudah soal psikologi market. Padahal sentimen negatif lebih cepat mengganggu psikologi market yang mengganggu eskpektasi pelaku pasar," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (12/9/2018).
Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) boleh fokus terhadap persiapan Pilpres 2019, namun persoalan ekonomi negara juga harus tetap diperhatikan secara menyeluruh.
Sentimen pelemaham rupiah terhadap dolar AS ini belum akan berhenti. Selain faktor current account defisit, sentimen luar negeri seperti masih adanya peluang kenaikan suku bunga The Fed masih akan terjadi.
"Jadi saya berpikir dan menyarankan, sebaiknya Jokowi ikut ke BEI, baik open atau close market, kasih speech yang menenangkan pasar. Nah, presiden harus duluan memberikan tanggapan yang mengademkan pasar bahwa Indonesia sudah menyiapkan langkah-langkah antisipatif untuk tekanan-tekanan eksternal yang akan datang," kata dia.
Â
Tonton Video Menarik Ini:
Â
Advertisement