Liputan6.com, Jakarta - Langkah PT Pertamina (Persero) mengurangi impor minyak sebagai bahan baku Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk memperkuat nilai tukar rupiah nilai cukup baik. Sebab, defisit neraca perdagangan sebagai salah satu penyebab melemahnya rupiah, paling banyak disumbang sektor minyak dan gas (migas).
Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengatakan, pengurangan impor minyak merupakan instruksi langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Pertamina. Untuk jangka pendek, pengurangan impor memang bisa dilakukan dengan melarang ekspor minyak mentah yang menjadi bagian dari kontraktor (asing).
Advertisement
Baca Juga
“Itu langkah bagus. Itu memang langkah yang seharusnya dilakukan,” ujar dia di Jakarta, Rabu (12/9/2018).
Namun untuk jangka panjang, lanjut dia, pengurangan impor harus disertai dengan peningkatan produksi minyak mentah di dalam negeri. “Pengeboran dan eksplorasi diperbanyak,” lanjut dia.
Selain itu, kata Kurtubi, produksi BBM di dalam negeri juga harus ditingkatkan. Salah satunya dengan membangun kilang baru.
“Yang produksi BBM dalam negeri itu kilang minyak. Kilang minyak sekarang kita enggak nambah-nambah,” kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
6 Kilang Baru
Oleh sebab itu, rencana Pertamina untuk membangun 6 kilang minyak baru dan mengoptimalkan kilang yang ada harus didukung penuh.
Rencananya, 6 kilang baru ini akan menyumbang 1 juta bph dan mampu menutupi kebutuhan BBM dalam negeri pada 2026.
“Jadi untuk mengurangi impor minyak memang tidak bisa seketika,” ungkap dia.
Sebagai informasi, selama ini keterbatasan produksi BBM dalam negeri membuat pemerintah harus mengimpor 400 ribu bph.
Dengan kebijakan Pertamina yang memborong 225 ribu bph minyak mentah milik kontraktor, mampu menurunkan impor hingga 60 persen.
Advertisement