Sukses

Keluar dari Daftar Negatif, Bos Bekraf Ingin Investasi Sektor Film Meningkat

Investasi sektor perfilman memiliki perputaran dana yang cukup menarik dan cepat.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf mengatakan, industri perfilman Indonesia merupakan salah satu sektor bisnis yang cukup menjanjikan. Untuk itu dia berharap, semakin banyak investor yang menanamkan dananya untuk industri ini.

Pemerintah sendiri telah menerbitkan Peraturan Presiden nomor 44 tahun 2016 yang mengeluarkan film dalam Daftar Negatif Investasi (DNI). Hal ini menjadi langkah awal dalam mengundang pemilik modal nasional don internasional melirik industri perfilman Indonesia.

"Ada kegairahan yang bagus di dalam negeri setelah dicabutnya DNI 2016 akhir oleh pemerintah. Sekarang film mulai diinvestasikan oleh semua dalam negeri dan luar negeri," ujar Triawan di Arhotel, Jakarta, Kamis (13/9/2018).

Triawan mengatakan sejak dicabutnya film dalam DNI 2016, investasi industri tersebut telah tumbuh sebesar 150 persen. Ke depan, angka ini diperkirakan masih akan terus bertambah.

"Labih dari 150 persen peningkatannya sekarang. Pulau Jawa masih mendominasi bioskop, meskipun di luar Pulau Jawa ada. Bekraf pun bangun misbar di Sabang. Kami harap setelah peresmian langsung diikuti partisipasi pemda," jelasnya.

Triawan menambahkan, investasi sektor perfilman memiliki perputaran dana yang cukup menarik dan cepat. Sebab begitu diproduksi kemudian tayang, pemilik modal akan segera mendapatkan dananya kembali.

"Return yang didapat juga cukup menarik, cepat, karena begitu dibuat, diputar dibioskop sudah menghasilkan return. Tapi memang tidak ada yang bisa menjamin return ini akan menguntungkan atau tidak tapi paling tidak balik uangnya. Berapapun pasti balik," jelasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pembajakan Bikin Industri Film Rugi Rp 636 Miliar per Tahun

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) melakukan riset terkait industri perfilman di Tanah Air. Hasil riset menunjukkan, salah satu tantangan industri perfilman Indonesia adalah pembajakan.

Pembajakan ini diindikasikan dilakukan dengan membuat substifusi film asli dalam bentuk fisik seperti DVD maupun non-fisik seperti saluran online berbayar dengan streaming gratis.

Hasil Riset Bekraf dengan LPEM terkait dampak pembajakan film mengakibatkan hilangnya pendapatan pada usaha perfilman sekitar Rp 31 miliar hingga Rp 636 miliar per tahun. 

Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) Fauzan Zidni, mengatakan pembajakan ini sangat merugikan bagi industri film. Tidak hanya merugikan secara material tetapi juga secara moral.

"Adanya pembajakan ini tidak hanya merugikan secara material. Secara morilnya lebih besar. Tidak bisa dihitung," ujar Fauzan di Hotel Arhotel, Jakarta, Kamis (13/9/2018).

Pembajakan kata Fauzan, sangat sulit untuk dihilangkan. Namun hal ini dapat dikendalikan dengan mengatur konten-konten yang ada di internet melalui iklan yang ditampilkan ketika pencarian film dilakukan.

"Pembajakan itu enggak bisa semua dihilangkan secepat mungkin. Tidak bisa ditangkap dengan mudah. Melalui iklan iklan di website bisa dikendalikan, mereka enggak dapat uang dari iklan pasti bisa," jelasnya.