Sukses

Jokowi Lobi Vietnam Agar Permudah Ekspor Mobil RI

Pemerintah Vietnam menerapkan kebijakan impor mobil completely built up (CBU) dari negara-negara Asean.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia dan Vietnam sepakat untuk segera menghilangkan berbagai hambatan perdagangan yang masih terjadi di antara kedua negara, terutama yang terkait dengan produk industri.

Komitmen ini merupakan hasil pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Vietnam Trần Đại Quang di Hanoi, Vietnam.

“Di dalam perbincangan kedua pemimpin negara tersebut, antara lain dibahas isu mengenai perdagangan bilateral sekaligus target yang akan dicapai sebesar USD 10 miliar pada tahun 2020,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (13/9/2018).

Dia mengungkapkan, Indonesia telah meminta kepada Vietnam agar mempermudah ekspor mobil Indonesia. Permintaan ini akan segera ditindaklanjuti sehingga ekspor mobil Indonesia ke Vietnam dapat kembali normal.‎

“Oleh karena itu perlu ditinjau kembali kebijakan tentang double inspection untuk otomotif,” kata dia.

Sebelumnya, pemerintah Vietnam menerapkan kebijakan impor mobil completely built up (CBU) dari negara-negara Asean. Vietnam menerapkan kebijakan terkait uji tipe dan uji emisi melalui Regulasi No. 116/2017/ND-CP (Decree on Requirements for Manufacturing, Assembly and Import Of Motor Vehicles and Trade in Motor Vehicle Warranty and Maintenance Services).

Jumlah pengapalan mobil Indonesia ke Vietnam cukup lumayan besar, yakni sekitar 30 ribu-40 ribu unit per tahun dari total ekspor mobil nasional ke seluruh negara yang rata-rata mencapai 225 ribu unit per tahun. Pada Januari-Juli 2018, ekspor mobil Indonesia ke Vietnam hanya sekitar 1.528 unit.

“Isu lainnya terkait dengan pajak ekspor untuk semen. Tentu Pemerintah Vietnam menjanjikan akan menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan tersebut sesuai dengan peraturan ataupun hukum yang mereka bisa perhatikan,” jelas dia.

Sementara itu, Airlangga menyebut jika pihak Vietnam meminta kepada Indonesia agar memberikan keleluasaan terhadap penerapan lokal konten atau TKDN pada produk ponsel.

“Bapak Presiden Jokowi menyampaikan bahwa skema penghitungan TKDN di Indonesia bukan hanya untuk hardware saja, tetapi juga bisa dikompensasi dengan software dan yang lain,” lanjut dia.

Selanjutnya, Vietnam menanyakan mengenai bea masuk yang dikenakan Indonesia untuk produk baja impor dari Vietnam yang sudah ada keputusan melalui WTO.

“Bapak Presiden Jokowi menyatakan akan meminta waktu untuk segera menyesuaikan terhadap keputusan itu dan Indonesia menghargai yang diputuksan oleh lembaga arbitrase tersebut,” tutur dia.

Airlangga menambahkan, segala hambatan perdagangan kedua negara diharapkan dapat diselesaikan pada saat pertemuan tahunan IMF-World Bank 2018 yang digelar di Bali, 8-14 Oktober mendatang. “Jadi, nanti di Bali sudah mendapatkan progres dari hasil pembicaraan bilateral di Hanoi ini,” ungkap dia.

Melalui peningkatkan kerja sama, tren perdagangan RI-Vietnam yang terus meningkat beberapa tahun belakangan ini akan terus digali potensinya dan dikembangkan untuk kemajuan kedua negara. Pada 2017, total nilai perdagangan RI-Vietnam tahun lalu tumbuh 8,64 persen, sehingga menjadi USD 6,82 miliar dibanding 2016 yang mencapai USD 6,27 miliar.

Dalam upaya membangun pertumbuhan ekonomi, pemerintah Indonesia juga menyampaikan keinginan para investor nasional untuk mengembangkan usahanya di Vietnam. Untuk itu, pemerintah Vietnam diharapkan dapat memberi kemudahan, apalagi Indonesia merupakan salah satu investor pertama yang ada di Vietnam.

Investasi Indonesia di Vietnam selama 2017 mencapai USD 45,84 juta. Hingga akhir Desember 2017, total investasi Indonesia di Vietnam mencapai 69 proyek dengan nilai USD 477,02 juta. Sementara itu, Vietnam tercatat memiliki 8 proyek investasi di Indonesia yang bernilai USD 51 juta di sektor industri pengolahan pertambangan, media dan manufaktur.

2 dari 2 halaman

Indonesia dan Vietnam Teken Kerja Sama Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal

Indonesia dan Vietnam telah menandatangani nota kesepahaman pemberantasan penangkapan ikan ilegal (IUU Fishing), serta membahas sejumlah isu ekonomi, perdagangan dan investasi, menyusul pertemuan bilateral antara Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Vietnam Tran Dai Quang di Hanoi, Selasa 11 September 2018.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, yang ikut mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan bilateral tersebut.

Penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding) pemberantasan IUU Fishing merupakan kesepakatan yang dikerjakan secara paralel dengan upaya penyelesaian batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) kedua negara yang masih berproses.

"Untuk sementara, sambil kita (RI-Vietnam) terus melakukan negosiasi ZEE, kita bersepakat untuk memerangi IUU Fishing. Oleh karena itu, kemarin, kita telah menandatangani MoU kerja sama dalam konteks IUU Fishing," kata Menlu Retno di Hanoi, dalam sebuah keterangan pers, Rabu (12/9/2018).

"Ini kita kerjakan secara paralel, sambil kita kerjakan negosiasinya (tentang ZEE)," tambahnya.

Retno menjelaskan bahwa penandatanganan itu merupakan kebutuhan mendesak jangka pendek bagi kedua negara dalam hal pengelolaan wilayah laut dan mengurangi insiden kemaritimian yang berkaitan.

Penandatanganan itu merupakan bagian dari rencana kerja nyata (plan of action) 2013-2018 antara Indonesia dan Vietnam, di mana kedua negara berada pada level hubungan bilateral strategic partnership atau kemitraan strategis.

Mengingat kedua negara sudah berada di ujung periode plan of action 2013-2018, Retno juga menjelaskan bahwa Indonesia dan Vietnam telah membuat fase kedua plan of action untuk lima tahun ke depan sampai tahun 2023.

"Tim kedua negara sudah menyelesaikannya dan kami sudah menandatanganinya fase kedua plan of action 2018-2023 kemarin (11/9)," kata Retno.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Ibu Negara Iriana tiba di Hanoi, Vietnam pada Selasa, 11 September 2018. Keduanya mendapat sambutan hangat dari Presiden Vietnam Tran Dai Quang beserta Ibu Negara Vietnam Nguyen Thi Hien.

Selain melaksanakan kunjungan kenegaraan, Jokowi juga dijadwalkan hadir dalam World Economic Forum (WEF) on ASEAN yang diselenggarakan di National Convention Center (NCC), Hanoi pada Rabu 12 September 2018.

Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Vietnam Tran Dai Quang juga membahas soal isu ekonomi, perdagangan dan investasi antara kedua negara --kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi di Hanoi, dalam sebuah keterangan pers, Rabu 12 September 2018.

Salah satu sub-isu yang dibahas adalah upaya Indonesia dan Vietnam untuk mencapai target nilai perdagangan US$ 10 miliar pada 2020.

Retno mengatakan bahwa target 2020 dapat dicapai, karena, per tahun 2017, kedua negara sudah mencapai nilai perdagangan senilai US$ 7 miliar.

Retno menjelaskan bahwa Presiden Jokowi juga mendorong agar Indonesia memperoleh fair treatment perdagangan dengan Vietnam dan menghilangkan trade barriers yang dapat berpengaruh pada ekspor Indonesia ke Vietnam dan menghambat target nilai perdagangan US$ 10 miliar pada tahun 2020.

Selain itu, Jokowi juga berpesan kepada Presiden Tran Dai Quang bahwa banyak investor Indonesia yang tertarik untuk menanam modal ke Vietnam.

"Jadi, Jokowi menyampaikan kepada Vietnam bahwa ada minat investor Indonesia yang akan masuk, dan meminta agar Vietnam memberi perhatian kepada mereka," kata Retno.

 

Video Terkini